
Rupiah Melemah 3 Hari Beruntun, Juara 3 (Terburuk) di Asia

Perubahan outlook suku bunga di AS memicu penguatan the greenback. Hal ini bermula dari pernyataan Charles Evans, Presiden The Fed Chicago.
Berbicara lewat daring di acara Official Monetary dan Financial Institution Forum, Evans mengatakan ekonomi AS berisiko dalam jangka panjang, mengalami pemulihan yang lambat, dan tidak bisa langsung keluar dari resesi tanpa bantuan stimulus fiskal. Evans juga melihat open-ended program pembelian aset The Fed (quantitative easing/QE) mampu menyediakan bagian penting untuk pemulihan ekonomi.
"Pernyataan Evans sangat hawkish. Ia menyebutkan QE dan menaikkan suku bunga sebelum target inflasi tercapai. Hal tersebut mengejutkan pasar," kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (22/9/2020).
"Segera setelah kita berhasil mengatasi virus corona, anda akan melihat ekspektasi kenaikan suku bunga meningkat, dan seharusnya membuat dolar terus menguat," tambahnya.
Evans bukan merupakan anggota komite pembuat kebijakan moneter (Federal Open Market Committee/FOMC) di tahun ini, sehingga ia tak memiliki suara dalam memutuskan suku bunga. Tetapi pada tahun depan ia akan menjadi anggota FOMC, sehingga pasar melihat ada kemungkinan suku bunga akan naik sebelum 2023.
Ketika suku bunga dinaikkan, maka era penguatan emas bisa jadi akan berakhir, sebab suku bunga rendah serta kebijakan moneter ultra longgar merupakan bahan bakar utama emas untuk terbang tinggi. Apalagi, dolar AS juga akan menguat seandainya suku bunga dinaikkan.
Indeks dolar AS kemarin membukukan penguatan 0,43% ke 94,39 dan berada di level tertinggi sejak 27 Juli. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut juga sudah membukukan penguatan 3 hari beruntun, dengan total 1,58%.
Sementara hingga tengah hari ini, indeks dolar AS menguat tipis 0,05%
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
