
Rupiah Lemas, Dolar AS Nyaman di Atas Rp 14.800

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Investor resah karena pembukaan kembali aktivitas masyarakat setelah pembatasan sosial selama berbulan-bulan untuk meredam penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) ternyata tidak membuat ekonomi 'terbang' pada kuartal III-2020.
Pada Kamis (24/9/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.780 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun tidak lama kemudian rupiah langsung masuk jalur merah. Pada pukul 09:03 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.835 di mana rupiah melemah 0,37%.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,2% di hadapan dolar AS. Setidaknya dolar AS belum sampai tembus level Rp 14.800.
Namun hari ini bukan tidak mungkin batas psikologis itu tertembus. Pasalnya, risk appetite di pasar sedang rendah, aset-aset berisiko sedang mengalami tekanan jual.
Tanda-tanya sudah terlihat di bursa saham New York. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Down Jones Industrial Average (DJIA) ditutup anjlok 1,92%, S&P 500 jatuh 2,37%, dan Nasdaq Composite rontok 3,02%.
Jelang akhir kuartal III-2020, sepertinya pelaku pasar kecewa. Pembukaan aktivitas masyarakat (reopening) sejauh ini belum bisa mendongrak kinerja ekonomi secara signifikan.
Ini terlihat dari angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur. Indikator yang mencerminkan aktivitas industri pengolahan itu memang dalam tren meningkat, tetapi lajunya melambat.
Di AS, angka pembacaan awal PMI manufaktur periode September adalah 53,5. Naik tipis 0,4 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Padahal pada Agustus, PMI manufaktur naik 2,2 poin dibandingkan Juli.
Well, apa boleh buat. Situasinya memang belum mendukung untuk mendorong ekonomi lebih lanjut. Sebab virus corona masih menebar ancaman. Begitu terjadi peningkatan aktivitas publik, yang berarti ada kontak dan interaksi antar-manusia yang lebih intensif, pasti jumlah pasien baru bertambah dengan signifikan.
"Kita saat ini berada di sekitar 80% dari aktivitas pra-pandemi, memang belum bisa dinaikkan lagi ke level normal sebelum vaksin anti-virus corona tersedia. Sulit untuk mewujudkan pemulihan ekonomi lebih lanjut. Ekonomi memang sudah membaik, tetapi kemajuannya melambat dibandingkan tiga bulan awal reopening," kata Jason Pride, Chief Investment Officer Glenmede yang berbasis di Philadelphia, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, kemungkinan besar kinerja ekonomi pada kuartal III-2020 belum pulih seperti yang diharapkan, dunia belum bisa lepas dari cengkeraman resesi. Pelaku pasar pun kecewa, dan memilih untuk bermain aman mengingat risiko yang ternyata masih sangat tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
