Siap-siap! Dolar Lesu Darah, Rupiah Bakal Menguat 5 Hari

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 September 2020 13:07
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (21/9/2020) setelah membukukan penguatan 4 hari beruntun. Itu artinya, rupiah kini bersiap mencatat penguatan 5 hari beruntun.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.650/US$, menguat 0,54% di pasar spot. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini, rupiah setelahnya memangkas penguatan dan berada di level Rp 14.670/US$, menguat 0,37% pada pukul 12:00 WIB.

Dolar AS yang sedang lesu mampu dimanfaatkan rupiah untuk terus menguat. Dolar AS tertekan setelah Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada pekan lalu mengumumkan akan mempertahankan suku bunga <0,25% hingga tahun 2023.

Bos The Fed, Jerome Powell, yang akan berbicara secara daring hari ini, bersama anggota komite pembuat kebijakan moneter lainnya (FOMC) membuat pelaku pasar berhati-hati dan untuk sementara menjauhi dolar AS.

Tidak hanya hari ini, Powell juga akan memberikan testimoni di hadapan Kongres (Parlemen) AS pada Selasa hingga Kamis nanti.

Pada Selasa waktu Washington, Powell akan memberikan paparan di House of Representatives Financial Services Committee, kemudian sehari sesudahnya di House of Representatives Select Subcommittee, lalu esok harinya lagi di Senate Banking Committee.

Memang The Fed sudah mengatakan akan mempertahankan suku bunga rendah hingga tahun 2023. Tetapi beberapa pimpinan The Fed yang juga anggota FOMC memiliki pandangan yang berbeda-beda.

Neel Kashikari, Presiden The Fed Minneapolis, memberi gambaran bahwa bank sentral masih akan memberikan dukungan sepanjang angka pengangguran masih tinggi, tidak hanya melihat kenaikan inflasi.

Sementara Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan menegaskan bank sentral sebaiknya mulai bersiap dan membuka opsi untuk menaikkan suku bunga acuan jika dibutuhkan. Pasalnya, sudah ada tanda-tanda inflasi di Negeri Adikuasa mengalami akselerasi.

Suku bunga rendah yang ditahan dalam waktu lama artinya yield berinvestasi di obligasi (Treasury) AS menjadi sangat rendah, bahkan bisa negatif jika memperhitungkan inflasi. Sehingga berinvestasi di AS menjadi kurang menguntungkan, dampaknya dolar AS jadi kurang bertenaga.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular