Berubah Arah, Tiba-tiba Bursa Asia Kompak Memerah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
21 September 2020 11:10
Kantor pusat KEB Hana Bank di Seoul, Korea Selatan, Kamis, 23 Juli 2020. (AP/Ahn Young-joon)(AP Photo/Ahn Young-joon)
Foto: Kantor pusat KEB Hana Bank di Seoul, Korea Selatan, Kamis, 23 Juli 2020. (AP/Ahn Young-joon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren pergerakan bursa Asia pada pukul 11:00 Waktu Indonesia Barat (WIB) berubah ke zona merah setelah sebelumnya pada pembukaan hari ini berada di zona hijau.

Tercatat indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,96%, disusul indeks Shanghai di China yang turun 0,41%, STI Singapura terapresiasi 0,25% dan KOSPI dari Korea Selatan terkoreksi 0,17%. Sedangkan indeks Nikkei Jepang hari ini sedang libur memperingati hari penghormatan manula.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pukul 11:00 WIB melemah 0,26% ke level 5.046,28. IHSG sempat menguat tipis 0,17% di level 5.069,09 selang 12 menit setelah pembukaan.

Di kawasan Asia, hari ini China merilis data suku bunga kredit (loan prime) tenor 1 dan 5 tahun. Tercatat suku bunga kredit tenor 1 masih berada di angka 3,85%. Sedangkan untuk suku bunga kredit tenor 5 tahun diperkirakan berada di angka 4,65%, sama seperti pada periode sebelumnya.

Dari Bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street, pada penutupan akhir pekan lalu ditutup melemah dan menjadi pelemahan selama 3 pekan berturut-turut.

Indeks S&P 500 melemah 0,64% ke 3.319,47. S&P 500 kini berada di level terendah sejak 5 Agustus, dan sudah merosot lebih dari 7% sejak mencapai rekor penutupan tertinggi sepanjang masa pada 2 September lalu.

Indeks Dow Jones melemah tipis 0,03% ke 27.657,42 sepanjang pekan lalu, sementara indeks Nasdaq melemah 0,56% ke 10.793,282.

Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) saat mengumumkan kebijakan moneter menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023, sementara program pembelian aset (quantitative easing/QE) masih akan dilakukan dengan nilai yang sama seperti saat ini. Artinya, tidak ada stimulus tambahan dari bank sentral paling powerful di dunia tersebut.

Sementara itu dari pemerintah, Presiden AS Donald Trump, mengindikasikan stimulus yang lebih besar dari US$ 2 triliun. Meski demikian Partai Republik, dan Demokrat masih belum sepakat akan besarnya stimulus tambahan yang akan digelontorkan.

Ketegangan AS dengan China juga memperburuk sentimen pelaku pasar, hal ini terjadi setelah Pemerintah AS mengatakan akan memblokir TikTok dan WeChat pada minggu (20/9/2020).

Rencana tersebut muncul di tengah upaya Oracle menjadi mitra TikTok di AS, dan menjadi pemegang sama minoritas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular