Jiwasraya 'Dirampok', Bagaimana Nasib Aset Sitaan Rp 18,4 T?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
18 September 2020 16:55
Puluhan nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya melakukan aksi damai di Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta, Jumat, 11/9. Aksi tersebut dilakukan karena tidak adanya kejelasan mengenai pencairan dana bagi para nasabah korban Jiwasraya Saving Planyang sudah lewat jatuh tempo selama 2 tahun. Sebelumnya, Jiwasraya mengklaim membayarkan tunggakan kepada sebagian nasabah senilai Rp470 miliar pada akhir Maret lalu. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan pembayaran utang klaim diberikan kepada 15 ribu nasabah pemegang polis tradisional. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Nasabah Jiwasraya yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya melakukan aksi damai di Kantor Pusat Jiwasraya, Jakarta, Jumat, (11/9). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyidik Kejaksaan Agung menyatakan telah melakukan menyita aset terkait kasus PT Asuransi Jiwasaya (Persero) sebesar Rp 18,4 triliun. Nilai ini lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 16,8 triliun.

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, aset tersebut terdiri dari berbagai aset dari enam terdakwa kasus Jiwasraya, baik berupa sertifikat tanah, kendaraan, tambang emas, perhiasan, hingga penangkaran ikan arwana.

Lantas bagaimana nasib dari aset-aset yang sudah disita ini?

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono menuturkan, nantinya aset yang disita akan dibuktikan di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelum ditetapkan sebagai barang sitaan milik negara.

"Untuk aset yang disita nanti tergantung pembuktian apakah seluruhnya atau sebagian akan dirampas untuk negara atau sebagian dikembalikan darimana aset tersebut disita jika tidak terkait perkara," kata Hari, kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/9/2020).

Dijelaskan Hari, saat ini, para terdakwa kasus Jiwasraya masih menjalani proses persidangan, yakni Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX), Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra.

Para terdakwa tersebut sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama terdakwa lainnya, yaitu Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, dan Hendrisman Rahim yang juga Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.

Selain enam terdakwa, Kejaksaan juga menetapkan 13 perusahaan manajer investasi dan satu pejabat Otoritas Jasa Keuangan sebagai tersangka yang terseret di kasus Jiwasraya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono dalam Rapat Panja di Komisi III DPR menjelaskan, aset yang disita tidak akan dikembalikan kepada nasabah karena merupakan kasus tindak pidana korupsi.

"PT AJS merupakan perkara korupsi, penuntut umum akan menuntut atas benda sitaan untuk dirampas dan dikembalikan kepada negara. Upaya tersebut merupakan bentuk upaya Kejaksaan dalam memenuhi hak-hak para nasabah," ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menolak keras rencana pemerintah menyuntikkan uang negara bagi penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 2021 melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) pada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 20 triliun.

"Skandal Jiwasraya ini jelas 'perampokan', atau skandal korupsi secara terstruktur dan sistematis. Jadi tidak selayaknya untuk di-bailout menggunakan uang negara, uang rakyat," katanya dalam keterangan resmi, diterima CNBC Indonesia, Kamis (17/9/2020).

Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menegaskan, yang seharusnya dilakukan adalah upaya memburu aset-aset yang 'dirampok' dan dikorupsi, serta dikembalikan untuk membayar klaim nasabah.

"Penegak hukum dan Pemerintah dengan berbagai perangkatnya sangat bisa untuk melakukan itu, jika sungguh-sungguh. Jadi tidak harus gunakan uang negara, uang rakyat. Uang rakyat sebaiknya fokus untuk pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19", tegas anggota DPR dari Dapil Jabar III ini.

Sebagaimana diketahui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah menyiapkan bantuan kepada BUMN sebesar Rp 37,38 triliun yang masuk dalam postur RAPBN 2021 berbentuk pembiayaan investasi.

Secara lebih rinci, terdapat anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk membantu penyelesaian klaim Asuransi Jiwasraya pada 2021, di mana anggaran ini ditetapkan dalam bentuk PMN pada Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana, induk Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan.

Menurut Ecky, Asuransi Jiwasraya telah menjadi skandal jauh sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Sekarang, skandal itu malah menjadi beban berat pada anggaran negara di tengah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang belum optimal.

"Jiwasraya hanya satu dari sekian BUMN yang bermasalah akibat mismanagement dalam mengelola perusahaan yang di dalamnya terdapat unsur moral hazard. Pemerintah seharusnya berkonsentrasi dalam melakukan pembenahan secara komprehensif dan tidak segan memburu para pelaku skandal, bukan malah dengan mudahnya menggunakan resources negara yang ada untuk menambal likuiditasnya," tegasnya.


(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dibui Seumur Hidup, Ini Sederet Harta Bentjok yang Disita

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular