
"Tuah" Rosan & Generasi Ketiga Bakrie, Bangkitkah BUMI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada Rabu (16/9/2020) sudah resmi menyetujui pergantian direksi dan komisaris perusahaan. Ada perubahan yang cukup signifikan dengan masuknya "darah muda" ke jajaran direksi perusahaan tambang Grup Bakrie ini.
BUMI punya posisi cukup besar bagi industri mengingat mengendalikan dua anak usaha tambang batu bara yakni PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
Dalam RUPSLB ketiga itu, generasi ketiga keluarga bisnis Grup Bakrie, Adika Nuraga Bakrie atau Aga Bakrie, diamanahi jabatan sebagai Deputy CEO sekaligus Direktur BUMI mendampingi Saptari Hoedaja yang menjadi Presdir BUMI sejak 2001.
Saptari juga Preskom anak usaha BUMI, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan mantan Direktur PT Bakrie & Brothers Tbk pada 2008-2010 dan Chief Executive Officer BUMI PLC pada 2012.
Berdasarkan hasil RUPSLB tersebut, Rosan Perkasa Roeslani juga diangkat sebagai Presiden Komisaris sekaligus Komisaris dari BUMI. Rosan adalah Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia periode 2015-2020.
Situs resmi Kadin mencatat, Rosan dikenal sebagai pendiri Recapital Advisor, perusahaan di bidang jasa keuangan, Rosan merintis karier bisnis seusai menuntaskan kuliah S2, MBA dari European University di Antwerpen.
Sementara Aga Bakrie punya rekam di perusahaan-perusahaan Grup Bakrie. Berdasarkan situs resmi Jungle Series (PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk/JGLE) yang juga dikutip ANTVKlik miikGrup Bakrie, disebutkan Aga Bakrie adalah anak tertua dari Nirwan D. Bakrie, adik dari pengusaha dan politisi Aburizal Bakrie, generasi kedua dari Grup Bakrie yang didirikan Achmad Bakrie, pengusaha nasional asal Lampung.
Aga lahir di Jakarta, 14 Desember 1981 atau mendekati 39 tahun pada Desember mendatang. Dia bersama 10 cucu dari generasi ketiga keluarga Bakrie juga disebutkan telah mengendalikan sejumlah bisnis keluarga.
Di Graha Andrasentra Propertindo (GAP) atau pengelola Jungle Land, Aga menjabat komisaris sejak November 2017. GAP didirikan tahun 1998 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham JGLE.
GAP merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan taman rekreasi di Indonesia. GAP juga mengembangkan berbagai proyek properti terkait untuk mendukung bisnis utamanya dan memanfaatkan kenaikan nilai tanah di area sekitar tempat taman wisata yang dimiliki.
"Proyek utama GAP meliputi taman wisata tematik, taman wisata air dan taman hiburan, yang berlokasi di daerah-daerah strategis di area Jabodetabek, terutama di Sentul dan Kota Bogor," tulis situs resmi GAP.
Selain menjadi Komisaris JGLE, lulusan dari Bentley College, Boston AS pada 2005 ini juga enjabat sebagai Komisaris PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) sejak tahun 2015, dan PT Bakrie Capital Indonesia sebagai Direktur sejak tahun 2013.
Dia juga pernah menjabat di GAP sebagai Direktur (2015-2017), PT Jungleland Asia sebagai Direktur (2015-2016), GAP sebagai Chief Business Development Officer (2014 - 2015), PT Semesta Marga Raya/Bakrie Toll Road, sebagai Deputy Chief Financial Officer (2009 - 2012), PT Kaltim Prima Coal, sebagai Manager (2008), PT Bakrieland Development Tbk(ELTY), sebagai Investment Specialist (2007 - 2014), PT Bumi Resources Tbk, sebagai Investor Relations (2007), Capital Managers Asia, sebagai Analyst (2005 - 2006).
Lantas dengan hadirnya Aga dan Rosan, akankah kinerja BUMI dan kinerja sahamnya bisa bangkit?
Rosan dikenal piawai dalam melakukan pembenahan perusahaan, apalagi latar belakang Recapital yang didirikan bersama Sandiaga Uno berhasil memulihkan kinerja sejumlah perusahaan yang memakai jasa mereka.
"Rosan mampu membaca peluang di tengah guncangan ekonomi global, terutama berkat keahlian dan keandalannya dalam menganalisa dan mengembangkan investasi dan diversifikasi portofolio maupun dalam menginisiasi proses merger dan akuisisi," tulis Kadin.
Kinerja saham BUMI saat ini masih bergerak di zona "gocap" alias Rp 50/saham.
Saham BUMI sempat membuat geger pasar pada Selasa (15/9) ketika berhasil bangkit dari level terendahnya yakni Rp 50/saham menjadi Rp 51/saham. Saham BUMI juga sempat bergerak ke level tertinggi harian yakni Rp 54/saham, kendati pada akhir perdagangan sesi II Senin (14/9), saham BUMI ditutup masih di level Rp 50/saham.
Director & Corporate Secretary BUMI Dileep Srivastava menilai sentimen terhadap perusahaan umumnya netral ke positif, hal ini terbukti dari pergerakan saham BUMI yang akhirnya naik setelah berbulan-bulan berada di posisi Rp 50/saham.
Menurutnya beberapa spekulasi dari cerita positif akhir-akhir ini bagi grup BUMI berdampak positif, misalnya saja prospek emas dari anak usahanya BRMS.
"Pagi ini [Selasa] saham BUMI bergerak di kisaran hingga Rp 54/saham, dengan jumlah yang signifikan berpindah tangan," kata Dileep kepada CNBC Indonesia.
Selain itu perusahaan juga kemungkinan segera mendapatkan status IUPK (izin usaha pertambangan khusus) dan menjadi harapan positif. Meski demikian Dileep mengatakan tidak masih banyak ketidakpastian ke depannya.
"Secara keseluruhan, prospek BUMI dalam jangka menengah terlihat menarik. Terutama dengan menstabilkan produksi batu bara pada 100 juta ton per tahun, menurunkan biaya, pascaprospek IUPK dari win win refinancing dengan biaya lebih rendah," katanya.
Dileep mengatakan harga saham perusahaan saat ini telah sangat di bawah harga untuk beberapa waktu, terutama dengan kondisi global dan sektor batu bara yang tertekan.
Secara kinerja, produksi batu bara BUMI meningkat sekitar 5% pada semester I-2020 dibandingkan dengan periode setahun lalu.
Pada semester I-2020 produksi mencapai 41 metrik ton (juta ton) sementara semester I-2019 sebesar 39,1 juta ton.
Lebih rinci, produksi terbesar berasal dari tambang Kaltim Prima Coal sebesar 29,4 juta ton. Produksi ini meningkat 3% dibandingkan setahun sebelumnya. Adapun tambang Arutmin menghasilkan batu bara 11,6 juta ton, meningkat 11% dari setahun sebelumnya.
Produsen batu bara terbesar di Indonesia ini mencatatkan angka penjualan yang stabil di 41,2 juta pada semester I-2020. Namun, emiten menghadapi tantangan turunnya harga batu bara. Dari US$ 53,2/ton menjadi US$ 46,9/ton, atau turun 12%.
"Realisasi harga batubara pada 1H'2020 mengalami penurunan tajam sebesar 12% karena permintaan batubara yang tidak stabil dari Cina, India, dan sebagian besar Asia. Hal ini dipicu oleh Pandemi Covid19 sebagai faktor penyebab utama," ujar Dileep.
BUMI juga meraih pendapatan US$ 1,97 miliar pada periode semester I-2020, turun dibandingkan setahun sebelumnya yang tercatat US$ 2,27 miliar. Adapun beban pokok pendapatan BUMI ikut menurun 7% menjadi US$ 1,73 miliar. Sementara itu beban usaha turun 3% menjadi US$ 105,4 juta.
Secara keseluruhan BUMI mencatatkan rugi yang dapat diatribusikan ke entitas induk (rugi bersih) sebesar US$ 86,1 juta. Hal itu berbeda dengan setahun sebelumnya yang tercatat masih untuk mencetak laba US$ 80,7 juta.
Mari menunggu gebrakan Aga, dan arahan dari Rosan untuk BUMI yang lebih baik ke depan.
Susunan Direksi BUMI, RUPSLB 16 September
Presiden Direktur : Saptari Hoedaja
Deputy CEO & Direktur : Nalinkant A. Rathod
Deputy CEO & Direktur : Adika Nuraga Bakrie
Direktur : Andrew C. Beckham
Direktur Independen : Dileep Srivastava
Direktur : RS. Sri Dharmayanti
Direktur : Ashok Mitra
Direktur : Maringan MIH Hutabarat
Direktur : Xuefeng Ruan
Direktur : Linjung Zhang
Direktur : Ying Bin Ian He
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Aga Bakrie Jadi Deputy CEO BUMI, Rosan Jadi Komut
