
Kolaborasi Sentimen The Fed & BI, Rupiah Hat-trick Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencetak hat-trick alias penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (17/9/2020). Penguatan rupiah sangat tipis, tetapi masih lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya yang mayoritas melemah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,3% ke Rp 14.780/US$. Tetapi semakin siang penguatan rupiah terus terpangkas, bahkan sempat melemah 0,13% ke Rp 14.845/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.820/US$, menguat tipis 0,03%. Dalam 2 hari perdagangan sebelumnya, rupiah membukukan penguatan 0,07% dan 0,17%.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini, selain rupiah ada 3 mata uang utama lainnya yang menguat. Dolar Taiwan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,37%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Bank sentral AS (The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi membuat dolar AS bangkit. Bos The Fed, Jerome Powell, yang optimistis terhadap pemulihan ekonomi AS menjadi pemicu penguatan dolar AS.
Tetapi, dolar AS masih melemah melawan rupiah, sebab Powell menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023. Suku bunga The Fed saat ini <0,25%, sangat rendah ketimbang suku bunga BI 4%.
Saat kondisi perekonomian membaik, maka investor cenderung mengalirkan modalnya ke aset-aset dengan imbal hasil tinggi. Dalam posisi tersebut, rupiah menjadi diuntungkan.
Bank Indonesia (BI) mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan pada hari ini.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 September 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75%," papar Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam keterangan usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode September 2020, Kamis (17/9/2020).
"Keputusan ini konsisten dengan perlunya menjaga stabilitas eksternal, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19," ujarnya.
Hal ini juga sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dimana hasilnya suku bunga acuan tetap bertahan di 4% dalam RDG bulan ini.
Di samping suku bunga acuan, Perry mengumumkan lima kebijakan lanjutan. Pertama adalah melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap menjaga keberlangsungan mekanisme pasar. Kebijakan kedua adalah memperkuat stabilisasi moneter.
Ketiga adalah memperpanjang periode insentif Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin (bps) bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor-impor untuk non-UMKM sektor prioritas dari yang awalnya berakhir 31 Desember 2020 menjadi 30 Juni 2021.
Keempat adalah mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan korporasi sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Terakhir, BI akan melanjutkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dalam rangka mendukung program PEN dan pengembangan UMKM melalui perpanjangan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) untuk usaha mikro dari semula 30 September menjadi 31 Desember 2020.
The Fed yang mempertahankan suku bunga <0,25% sementara BI juga di 4% tentunya membuat selisih yield yang cukup tinggi. Ketika kondisi perekonomian membaik, investor akan mengalirkan modalnya ke negara yang memberikan yield lebih tinggi, sehingga rupiah punya tenaga untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina
