
Kurs Euro Melesat 13%, Bisa Jadi Investasi di Saat Pandemi?

Bank sentral di bawah komando Christine Lagarde ini mempertahankan suku bunga acuan, main refinancing rate sebesar 0%, lending facility 0,25%, dan deposit facility -0,5%.
Sementara itu stimulus moneter berupa program pembelian obligasi (quantitative easing/QE), atau yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) masih tetap sebesar 1,35 triliun euro (US$ 1,6 triliun).
Produk Domestik Bruto (PDB) zona euro (19 negara pengguna mata yang euro) mengalami kontraksi 14,7% year-on-year (YoY) di kuartal II-2020 lalu. Kontraksi tersebut menjadi yang paling parah sepanjang sejarah.
Di kuartal sebelumnya, PDB mengalami kontraksi 3,2% YoY, sehingga zona euro sah mengalami resesi.
Selain resesi, blok 19 negara tersebut kini mengalami masalah deflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Agustus dilaporkan -0,2% YoY turun dari bulan Juli 0,4 YoY. Deflasi tersebut menjadi yang pertama sejak bulan Mei 2016.
Sementara IHK inti yang menjadi fokus ECB merosot menjadi 0,4% YoY dari bulan sebelumnya 1,2%. Berdasarkan data Refiniti IHK inti di bulan Agustus tersebut menjadi yang terendah sepanjang sejarah.
Meski demikian, Lagarde justru mengatakan perekonomian zona euro sudah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.
"Data sejak terakhir kali kami melakukan rapat kebijakan moneter bulan Juli menunjukkan bangkitnya aktivitas ekonomi secara luas, sejalan dengan ekspektasi kami sebelumnya," kata Lagarde, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (10/9/2020).
Tanda-tanda kebangkitan ekonomi Eropa terlihat jelas dari aktivitas manufaktur yang tercermin dari purchasing managers' indeks (PMI) yang kembali ke atas 50, artinya kembali berekspansi setelah mengalami kontraksi tajam di bulan April lalu.
"Demand dari zona euro mencatat pemulihan yang signifikan dari level terendah, tetapi peningkatan ketidakpastian ekonomi masih membebani belanja konsumen dan investasi bisnis," ujarnya.
Data terbaru menunjukkan PMI Prancis kembali ke bawah 50 di bulan Agustus, tetapi zona euro secara keseluruhan masih berekspansi.
ECB juga terlihat optimistis dengan outlook perekonomian blok 19 negara. Hal ini terlihat dari proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi, di tahun ini diramal -8%. Meski masih terkontraksi, tetapi lebih baik ketimbang proyeksi sebelumnya -8,7%.
Untuk tahun 2021, PDB diramal tumbuh 5%, dan setahun setelahnya tumbuh 3,2%.
Ketika perekonomian mulai tumbuh inflasi juga tentunya berpeluang terkerek naik, hal ini menyebabkan ECB tidak terlalu cemas dengan rendahnya inflasi saat ini, sehingga merasa belum perlu untuk menambah stimulus moneter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]