Sepekan Merana Dihajar Dolar, Rupiah Akhirnya Bisa Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 September 2020 16:33
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (15/9/2020), setelah sepekan lamanya tak membukukan kinerja positif. Rupiah sempat berfluktuasi akibat merespon data neraca dagang Indonesia, tetapi dolar AS yang tidak dalam kondisi bagus membuat rupiah mampu bertahan di zona hijau.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,4% ke Rp 14.800/US$. Tetapi apresiasi tergerus hingga sempat melemah 0,07% di Rp 14,870/US$, meski hanya sesaat sebelum kembali ke zona hijau.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.835/US$, menguat 0,17%. Ini menjadi penguatan pertama rupiah setelah tidak menguat dalam 5 hari perdagangan, rinciannya melemah 4 hari beruntun sekaligus menjadi yang terburuk, dan sekali stagnan di awal pekan kemarin.

Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS pada hari ini, yuan China menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,4%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:08 WIB.

Dolar AS tidak dakam kondisi bagus akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan suku bunga di pekan ini. The Fed diramal akan bersikap dovish alias memberikan sinyal akan mempertahankan suku bunga rendah dalam waktu yang lama.

Bos The Fed, Jerome Powell, pada Kamis (27/8/2020) malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya The Fed menetapkan target inflasi sebesar 2%, ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga.

Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu", selama rata-ratanya masih 2%.

Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi.

Suku bunga rendah yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar AS.

Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan angka impor Indonesia pada Agustus 2020 sebesar US$ 10,74 miliar. Turun 24,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor mengalami kontraksi 18,78% YoY. Sedangkan konsensus versi Reuters memperkirakan kontraksi yang lebih dalam yaitu mencapai 20,58% YoY.

Dengan nilai ekspor sebesar US$ 13,07 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2020 membukukan surplus US$ 2,33 miliar. Lebih tinggi ketimbang konsensus CNBC Indonesia yang memperkirakan US$ 2,11 miliar maupun Reuters dengan proyeksi US$ 2,16 miliar.

Rilis tersebut membuat rupiah berfluktuasi, sebab memberikan 2 gambaran. Impor yang merosot tajam berarti permintaan dari dalam negeri belum pulih, artinya roda bisnis masih berjalan lambat. Sehingga resesi sepertinya hampir pasti terjadi di kuartal III-2020.

Di sisi lain, surplus neraca dagang yang dicatat artinya pasokan devisa bertambah, yang dapat menjadi tenaga bagi rupiah untuk menguat. Neraca dagang yang mencetak surplus dalam 4 bulan beruntun tentunya bisa menipiskan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia. Jika dilihat sepanjang tahun ini, neraca dagang Indonesia hanya mencatat defisit sebanyak 2 kali di bulan Januari dan April.

2 gambaran yang diberikan dari satu data neraca dagang tersebut membuat rupiah naik-turun, meski masih mampu bertahan di zona hijau.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular