
Digoreng Ratusan Persen, Ngeri 'Kolesterol' Tinggi Saham IPO

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpaksa terkoreksi parah pada perdagangan pekan kemarin. IHSG harus rela terkapar di zona merah dengan penurunan 4,26% di level 5.016,71 dampak dari pemberlakuan kembali PSBB Total oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Meskipun IHSG babak belur, namun ternyata saham-saham yang baru saja melantai di bursa alias Initial Public Offering (IPO) mampu terbang tinggi sampai ratusan persen. Simak tabel berikut.
Terlihat dari tabel di atas, harga saham-saham yang belum melantai sampai dua pekan sudah mampu terbang sebanyak puluhan hingga ratusan persen.
Kenaikan tertinggi dibukukan saham PT SOHO Global Health Tbk (SOHO) yang harga sahamnya berhasil melesat 142,31% selama sepekan terakhir. Pemegang merk Imboost ini sendiri baru saja melangsungkan IPO pada 8 September 2020 dengan harga penawaran sebesar Rp 1.820/unit dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 208 miliar.
Akan tetapi tentu saja gain sebesar 142% ini hanya dapat diraih oleh investor yang masuk ke saham SOHO melalui pasar perdana atau beli pada saat ada alokasi penjatahan.
Caranya melakukan pemesanan saham dengan Formulir Pemesanan Pembelian Saham (FPPS) dan melakukan penyetoran dana sesuai pemesanan ke rekening yang ditunjuk dan menyerahkan FPPS beserta bukti transfer tersebut ke Biro Administrasi Efek (BAE).
Sekedar catatan, setelah memesan biasanya jumlah penjatahan saham yang investor terima jauh di bawah jumlah yang dipesan, bahkan tidak jarang investor hanya menerima jatah satu lot saja.
Lalu bagaimana dengan yang membeli dari pasar sekunder? Tentu gain yang didapat tidak sebesar yang membeli di pasar perdana.
Harga saham perusahaan yang baru IPO biasanya langsung melesat menuju titik Auto Reject Atasnya alias ARA sehingga biasanya jumlah saham yang diperdagangkan sangat sedikit sekali.
Sebagai contoh, pada hari pertama melantai saham SOHO langsung melesat menuju level ARA dan hanya diperdagangkan sebanyak 49 lot. Bahkan di hari kedua perdagangan saham SOHO belum ramai yakni hanya 117 lot.
Sehingga apabila anda ingin membeli saham IPO, satu-satunya cara adalah dengan mengantri di titik ARA sebelum pasar dibuka. Hal ini juga tentunya bukan tanpa risiko.
Jika membeli pada harga yang sudah naik tinggi, maka ada potensi harga akan jatuh dalam. Kejatuhan harga saham bisa belasan hingga puluhan persen jika tidak menghitung valuasi wajar dari saham yang baru tercatat tersebut.
Maka dari itu, ada baiknya investor lebih baik berhati-hati dalam melakukan pembelian saham-saham yang baru IPO yang harganya melesat di level ARA selama berhari-hari sebab kenaikan harga saham tersebut hanyalah semu belaka karena tidak disertai dengan volume perdagangan yang mumpuni.
Hal ini karena emiten yang melakukan penawaran saham perdana di BEI harga sahamnya rentan terjadi cornering dimana pemegang mayoritas saham yang beredar dapat menggerakan saham dengan mudah ke arah tertentu dalam kasus ini naik hingga menyentuh level Auto Reject Atas (ARA) karena saham tersebut tidak tersebar merata ke publik dan dimiliki oleh segelintir pelaku pasar saja alias aksi goreng saham.
Sebenarnya BEI sudah berusaha memperbaiki hal ini dengan menciptakan metode E-Bookbuilding yang rencananya akan diimplementasikan pada Januari 2021, sehingga investor ritel tidak perlu mengantri secara langsung untuk memesan saham IPO di Biro Administrasi Efek (BAE) lagi, yang tentunya diharapkan akan meningkatkan jumlah pemesan saham IPO.
Akan tetapi besaran minimal penjatahan terpusat atau pooling tidak berubah yakni 2,5-15% sesuai dengan besar target dana IPO saham. Catatan, biasanya investor ritel hanya dapat memesan saham IPO melalui penjatahan pooling saja sedangkan investor kakap yang biasanya akan membandari emiten tersebut bisa mendapatkan sahamnya melalui penjatahan pasti atau fixed allotment dan menguasai sampai dengan 97,5% saham yang beredar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!