Rabobank: 3 Bulan ke Depan Kurs Dolar Australia akan Turun 6%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 September 2020 14:32
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia memang sedang kuat-kuatnya melawan rupiah maupun dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi dalam 3 bulan ke depan, Mata Uang Negeri Kanguru ini diramal akan turun tajam.

Pada perdagangan Senin (14/9/2020), pukul 13:34 WIB, dolar Australia menguat 0,11% di Rp 10.834,13 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dolar Australia saat ini berada di dekat level tertinggi sejak November 2018.

Sementara melawan dolar AS, dolar Australia stagnan di US$ 0,728. Meski demikian posisinya saat ini berada di dekat level tertinggi sejak Agustus 2018.


"Konsensus Bloomberg menunjukkan nilai tukar dolar Australia vs dolar AS berada di level US$ 0,72 di akhir tahun nanti. Tetapi sebaliknya, kami melihat ada ruang dolar Australia akan turun ke US$ 0,68 dalam 3 bulan ke depan," kata Jane Foley, ahli strategi mata uang senior di Rabobank, sebagaimana dilansir pounsterlinglive.com Jumat (11/9/2020).

Artinya, Foley memprediksi dalam 3 bulan ke depan dolar Australia akan melemah sekitar 6%. Saat dolar Australia melemah melawan dolar AS, rupiah juga tentunya berpeluang menguat.

Foley melihat, penguatan kurs dolar Australia sangat terkait dengan kenaikan harga komoditas, sehingga sangat sensitif dengan risk appetite pelaku pasar.


Ia melihat seandainya pertumbuhan ekonomi global mandek di kuartal IV-2020 maka harga komoditas akan tertekan, begitu juga dengan dolar Australia.


Salah satu komoditas yang harganya melesat tajam adalah bijih besi.

Bijih besi merupakan komoditas ekspor terbesar Australia, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor. Harga bijih besi naik nyaris 34% sepanjang tahun ini ke atas US$ 125/ton yang merupakan level tertinggi dalam 6 tahun terakhir.

Salah satu pemicu kenaikan harga bijih besi adalah impor dari China yang melonjak. Data dari bea cukai China yang dikutip Mining.com menunjukkan pada bulan Juni impor bijih besi melonjak 17% di bulan Juni dari bulan sebelumnya.

Selain itu, emas dunia yang juga mencetak rekor tertinggi memberikan sentimen positif ke dolar Australia. Emas merupakan komoditas terbesar ke-enam Australia, berkontribusi sekitar 4,8% dari total ekspor.

Saat harga komoditas-komoditas tersebut menguat, pendapatan Australia akan meningkat dan menopang penguatan mata uangnya.

Namun ketika perekonomian global kembali mandek, begitu juga dengan perekonomian China, permintaan komoditas tentunya akan menurun yang pada akhirnya memukul dolar Australia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular