
Dolar Sudah di Atas Rp 14.800, Rupiah Paling Lemah di Asia!

Dolar AS tidak hanya berjaya di Asia, tetapi juga di level dunia. Pada pukul 09:18 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,06%.
Mata uang Negeri Adikuasa sedang dalam tren menguat. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index terangkat 0,71% point-to-point. Sejak awal September, indeks ini melesat nyaris 1,5%.
Well, dolar AS memang belum kehilangan status sebagai aset aman alias safe haven. Bagaimana pun dolar AS adalah mata uang global, diterima di seluruh negara dan bisa menyelesaikan segala urusan.
"Semakin salam pasar saham jatuh, maka dolar AS akan semakin kuat. Begitu pelaku pasar mencium risiko, maka arus modal akan berkerumun di sekitar dolar AS," tegas Joe Capurso, Head of International Economics Commonwealth Bank of Australia, seperti dikutip dari Reuters.
'Keseksian' dolar AS bertambah kala negara-negara lain juga ikut menerapkan kebijakan moneter ultra-longgar, seperti yang dilakukan The Federal Reserve/The Fed. Misalnya bank sentral Uni Eropa (ECB) yang diperkirakan bakal mempertahankan suku bunga acuan 0% dalam rapat pekan ini.
Kemarin, Eurostat mengumumkan angka pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi Zona Euro periode kuartal II-2020. Output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) 19 negara tersebut mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini adalah rekor terendah sepanjang sejarah. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Zona Euro sepanjang 2020 terkontraksi 10,24%.
"Meski ada perbaikan di sejumlah indikator, tetapi risiko ke bawah (downside risk) masih ada. Mungkin vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) akan tersedia pada 2021, tetapi sepanjang belum efektif maka pembatasan sosial tetap akan berlaku sehingga menimbulkan dampak serius terhadap perekonomian," kata Elwin De Groot, Head of Macro Strategy Rabobank, seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, Eropa masih membutuhkan stimulus dari segala lini, termasuk moneter. Suku bunga rendah tetap masih dibutuhkan, sehingga berinvestasi di aset keuangan Eropa menjadi kurang menguntungkan.
Pada saat seperti ini dolar AS menyeruak. Suku bunga acuan di Negeri Paman Sam memang rendah, tetapi tidak sampai 0%. Secara relatif, berinvestasi di aset berbasis dolar AS masih lebih menguntungkan ketimbang misalnya di euro.
Persepsi ini yang membuat dolar AS mampu bangkit dari keterpurukan. 'Amukan' dolar AS membuat mata uang lainnya ciut, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
