Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun menghijau di perdagangan pasar spot.
Pada Senin (7/9/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.754. Rupiah menguat 0,26% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Mata uang Tanah Air juga perkasa di perdagangan pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.725 di mana rupiah menguat 0,1%.
Kala pembukaan pasar, rupiah membukukan penguatan 0,27%. Seiring perjalanan, apresiasi rupiah tergerus meski belum sampai masuk zona merah.
Setidaknya rupiah masih bisa bersama-sama mayoritas mata uang utama Asia, yang juga menghuni jalur hijau. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:10 WIB:
Sepanjang pekan lalu, rupiah melemah 0,86% di perdagangan pasar spot. Rupiah jadi mata uang terlemah kedua di Asia, hanya lebih baik dari baht Thailand.
Ini membuat rupiah punya ruang untuk bangkit. Rupiah yang sudah 'murah' membuatnya kembali menarik di mata investor.
Rupiah dkk di Asia juga mendapat angin dari prospek dolar AS yang suram. Akhir pekan lalu, Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell menegaskan bahwa kebijakan moneter ultra-longgar masih akan dipertahankan selama ekonomi Negeri Paman Sam masih lesu gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Kami berpandangan bahwa situasi akan lebih sulit, terutama ada beberapa area di perekonomian yang masih sangat terdampak pandemi virus corona seperti pariwisata dan hiburan. Ekonomi masih membutuhkan suku bunga rendah, yang mendukung perbaikan aktivitas ekonomi, sampai beberapa waktu. Mungkin dalam hitungan tahun. Selama apa pun itu, kami akan tetap ada," papar Powell dalam wawancara dengan National Public Radio, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Powell menambahkan, The Fed tidak akan menarik kebijakan ultra-longgar. Tidak cuma suku bunga, juga berbagai fasilitas pemberian likuiditas ke pasar keuangan maupun sektor riil.
"Kami tidak akan menarik dukungan terhadap perekonomian secara prematur. Kami akan terus melakukan apa pun yang kami bisa," lanjutnya.
Pernyataan Powell bisa membuat dolar AS kembali melemah. Suku bunga rendah membuat imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) ikut terpangkas sehingga kurang menarik. Gelontoran likuiditas akan membuat pasokan dolar AS berlimpah, yang membuat 'harga' mata uang ini semakin murah.
TIM RISET CNBC INDONESIA