
Dolar AS Diramal Merosot di 2021, Siap-Siap yang Punya Emas!

Memasuki kuartal III-2020, indeks dolar AS memang terus merosot, tetapi rupiah juga ikut melempem. Melansir data Refinitiv, sejak awal Juli hingga 1 September kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini merosot lebih dari 5% ke 92,338 yang merupakan level terendah sejak April 2018.
Saat indeks dolar AS melemah, kurs rupiah seharusnya bisa menguat, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Pada periode yang sama dengan merosotnya indeks dolar AS, rupiah justru melemah 2,72%.
Kebijakan moneter The Fed menekan dolar AS, sementara rupiah tertekan kondisi di dalam negeri, seperti kemungkinan terjadinya resesi untuk pertama kali sejak 1998, Bank Indonesia (BI) yang diramal akan kembali memangkas suku bunga, serta kebijakan "burden sharing" antara pemerintah dan BI.
"Burden sharing" merupakan program dimana BI akan membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon. Program tersebut sudah dilakukan mulai awal Juli lalu.
Ada kecemasan di pasar "burden sharing" akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia akibat semakin banyaknya jumlah uang yang beredar.
Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab real return yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Hal ini dapat memukul nilai tukar rupiah.
Selain itu, investor asing juga sebenarnya melakukan aksi "buang" rupiah dalam 2 bulan terakhir, sebelum kembali melakukan aksi beli yang terlihat dari survei terbaru Reuters.
Survei terbaru yang dirilis Reuters menunjukkan bahwa investor kini mulai mengambil posisi beli (long) terhadap rupiah, setelah mengambil posisi jual (short) dalam 4 survei beruntun atau dalam 2 bulan terakhir.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.
Hasil survei yang dirilis pada Kamis (3/8/2020), menunjukkan angka -0,19 turun tipis dibandingkan hasil survei sebelumnya 0,43. Angka yang masih negatif mengindikasikan investor masih mengambil posisi beli rupiah, dan jual terhadap dolar AS.
Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Dalam 2 bulan terakhir, saat investor mengambil posisi jual, rupiah mengalami pelemahan.
Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi jual (short) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.
Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.
Kini dengan investor kembali mengambil posisi beli, rupiah punya peluang untuk kembali menguat. Hasil survei Reuters tersebut menunjukkan investor mengambil posisi beli terhadap semua mata uang utama Asia, artinya dolar AS memang sedang kurang menarik bagi investor saat ini. Maka sudah bisa ditebak, bagaimana nasib harga emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]