Dolar AS Diramal Merosot di 2021, Siap-Siap yang Punya Emas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 September 2020 14:36
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons, harga emas dunia merosot dan melempem. Di pekan ini, membukukan pelemahan 1,63%, dan jika melihat lebih ke belakangan, emas meski sempat rebound, emas tidak lagi mampu ke atas level US$ 2.000/troy ons.

Dengan dolar AS yang diramal akan terus melemah, hal tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi emas. Maklum saja, jebloknya indeks dolar dalam beberapa bulan terakhir menjadi pemicu utama emas akhirnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Memang, harga emas sudah punya "bensin" untuk melesat dari resesi global serta kebijakan moneter ultra longgar di berbagai negara, tetapi emas baru mencetak rekor tertinggi ketika dolar AS mulai merosot. Sehingga jika indeks dolar AS melanjutkan tren negatif, tidak menutup kemungkinan emas akan kembali memecahkan rekor tertinggi.

Seperti yang disebutkan hasil survei Reuters, kebijakan moneter The Fed menjadi pemicu utama pelemahan dolar AS. Emas juga diuntungkan akan hal tersebut, selain suku bunga rendah, yang membuat opportunity cost menjadi rendah juga, kebijakan pembelian aset (quantitative easing/QE) juga mendorong kenaikan harga emas.

Di luar melempemnya harga emas, volatilitasnya sebenarnya cukup tinggi, artinya pergerakan turun dan naik secara signifikan terjadi dalam waktu singkat.
Volatilitas tinggi tersebut dikatakan menjadi kesempatan melakukan aksi buy on dip alias beli saat harga turun oleh Frank Holmes, CEO dari U.S. Global Investor.

"Volatilitas emas menjadi peluang untuk buy on dip. Anda salah jika tak membeli emas," kata Holmes saat diwawancara oleh Kitco, Selasa (2/9/2020).

Holmes memprediksi harga emas akan mencapai US$ 4.000/troy ons dalam waktu 2 sampai 3 tahun ke depan. Prediksi tersebut didasarkan atas pergerakan emas dunia di tahun 2009-2011 saat The Fed menerapkan kebijakan QE yang menyebabkan Balance Sheet The Fed membengkak. The Fed juga menerapkan kebijakan yang sama saat ini.

Balance Sheet yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar.

Balance Sheet The Fed mengalami lonjakan signifikan sejak September 2008, dan terus menanjak setelahnya. Agustus 2008, nilai Balance Sheet The Fed masih di bawah US$ 1 triliun, di akhir 2011 nilainya nyaris 3 triliun.

Pada periode tersebut, harga emas terus menanjak hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa kala itu US$ 1.920,3/troy ons pada 6 September 2011.
Nilai Balance Sheet The Fed sebenarnya terus menanjak hingga tahun 2014, sebelum mulai menurun.

Sejak Februari tahun ini, Balance Sheet The Fed kembali melonjak, sempat di atas US$ 7 triliun.

Lonjakan tersebut mirip dengan 12 tahun lalu, yang mendasari proyeksi Holmes harga emas akan ke US$ 4.000/troy ons. Ia melihat Balance Sheet The Fed masih akan terus naik hingga mencapai US$ 10 triliun.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular