
Catat! Ini Lho Faktor yang Bisa Bikin Harga Emas Ambrol

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ini harga emas bergerak volatil dan agak susah untuk tembus kembali ke level psikologis US$ 2.000/troy ons. Penyebabnya adalah data ekonomi Negeri Paman Sam yang ciamik dan penguatan dolar AS.
Hingga pukul 14.18 WIB hari ini Rabu (2/9/2020), harga emas di pasar spot melorot 0,5% ke US$ 1.959.5/troy ons.
Dolar AS yang terpuruk ke level terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir mulai bangkit lagi. Kebangkitan dolar AS inilah yang menekan harga emas. Indeks dolar menguat 0,16% hari ini.
Investor cenderung mulai berani ambil risiko. Apalagi setelah rilis data ekonomi AS yang bisa dibilang ciamik meski pandemi Covid-19 belum usai. Angka PMI manufaktur AS bulan Agustus versi Markit berada di 53,1 dan membaik dari bulan sebelumnya di 50,9.
Mengacu pada data ISM, angka PMI manufaktur bulan lalu berada di 56 juga lebih baik dari posisi Juli di angka 54,2. Adanya perbaikan dan harapan bahwa ekonomi secara perlahan bangkit membuat investor lebih berani mengambil risiko dan minat terhadap aset-aset safe haven seperti emas menjadi terpengaruh.
Prospek emas jangka panjang memang masih dinilai positif lantaran berbagai faktor mulai dari tensi geopolitik AS-China yang tinggi, risiko dari persaingan pemilu Trump vs Biden, hingga neraca bank sentral yang menggelembung akibat kebijakan pelonggaran kuantitatif (QE) untuk injeksi likuiditas di pasar dan menurunkan borrowing cost.
Emas sebagai aset safe haven banyak diburu ketika konflik terjadi. Selain itu emas sebagai aset untuk lindung nilai (hedging) juga diburu ketika ada ancaman inflasi yang tinggi yang dapat mendevaluasi mata uang serta mengakibatkan penurunan kinerja investasi aset lainnya.
Namun bukan berarti prospek emas yang positif itu akan mendorong harga emas reli tanpa henti dan koreksi. Sebagai aset yang juga ditransaksikan di pasar sehari-hari baik di pasar spot maupun pasar berjangka (futures), pergerakan harga emas sangat ditentukan oleh banyak faktor.
Dalam kondisi harga emas yang sudah tinggi seperti sekarang ini ada beberapa faktor yang menjadi ancaman besar bagi logam kuning tersebut dan dapat memicu harganya drop signifikan. Kuncinya adalah risk appetite para investor.
Risk appetite yang membaik akan membuat emas ditinggalkan dan investor beralih ke aset-aset lain yang lebih berisiko seperti saham, mata uang hingga komoditas. Risk appetite ini tentunya dibentuk oleh kondisi fundamental makroekonomi serta sentimen yang berseliweran di pasar.
Faktor yang berpotensi besar menekan harga emas secara signifikan di tengah kondisi pandemi seperti sekarang ini adalah ditemukannya vaksin yang efektif serta aman. Ketika vaksin ditemukan, roda ekonomi dapat berputar lebih kencang.
Bahkan jika penemuan vaksin untuk virus corona ini bisa memberikan proteksi yang lama serta dibarengi dengan kurva epidemiologi yang melengkung ke bawah dan pandemi berakhir maka roda ekonomi bisa sekencang sebelum pandemi terjadi.
Hal tersebut tentu akan membuat investor mulai melego emas dan harga logam mulia tersebut bisa anjlok signifikan. Meskipun harga emas anjlok signifikan, emas masih akan tetap menarik untuk dimasukkan ke dalam portofolio investasi sebagai bentuk strategi diversifikasi untuk menurunkan risiko.
Lagipula minat terhadap emas yang tinggi hingga melambungkan harganya ke level tertinggi dalam sejarah juga mencerminkan kepercayaan para pelaku pasar dan ekonomi terhadap sistem moneter yang dianut saat ini.
Ketika dahulu bank sentral fokus menggunakan amunisinya berupa suku bunga acuan, krisis keuangan global tahun 2008 membuat bank sentral membuat senjata yang cukup baru dan tak lazim yaitu quantitative easing (QE).
Pada saat pandemi seperti sekarang ini injeksi likuiditas ke sistem keuangan oleh bank sentral melalui QE nilainya bahkan lebih masif lagi. Itu pun belum mampu memberikan jaminan kuat ekonomi akan pulih.
Bahkan saat ini ada dorongan bank sentral yang awalnya haram membiayai defisit anggaran pemerintah untuk ikut berpartisipasi menanggung beban bersama (burden sharing).
Meski masih menjadi perdebatan di sana-sini, faktor-faktor ini telah menjadi bahan bakar emas untuk meroket di sepanjang tahun 2020 terutama setelah the Fed (bank sentral AS) turun tangan ikut menenangkan pasar akhir Maret lalu.
Untuk jangka pendek, volatilitas harga emas akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan dolar, pedoman (guidance) kebijakan bank sentral ke depan hingga rilis data ekonomi terbaru.
Sehingga bagi investor yang ingin berinvestasi di emas sekali lagi harus memahami hal tersebut. Poin yang juga tak kalah penting adalah tujuan investasi serta rasionalitas dalam berinvestasi. Ingat investasi tak hanya melulu soal cuan, tetapi juga ada risiko yang terkandung di dalamnya dan harus benar-benar diperhitungkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Ambil Untung, tapi Kilau Emas Susah Pudar