
Pagi-pagi Minyak Mentah Terbang Nyaris 1%, Pertanda Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif diperdagangkan melesat cukup tinggi hari ini Selasa (1/9/2020). Kenaikan harga si emas hitam hampir 1% pada perdagangan pagi waktu Asia.
Pukul 09.40 WIB, harga minyak berjangka Brent naik 0,88% ke US$ 45,68/barel dan minyak acuan Amerika Serikat (AS) yaitu West Texas Intermediate (WTI) juga terangkat 0,77% ke US$ 42,94/barel.
Dolar AS yang ambruk lagi ke level terendahnya dalam dua tahun membawa berkah bagi komoditas yang dibanderol dalam mata uang tersebut, salah satunya minyak. Indeks Dolar kembali terkoreksi 0,22% dan membuat harga minyak menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Meskipun ada Badai Laura yang menerjang wilayah pantai AS dan Mexico tempat beroperasinya produksi minyak, tetapi hal tersebut dapat diantisipasi sehingga tidak terlalu berdampak pada pasokan minyak AS. Sehingga tidak terjadi lonjakan harga yang signifikan.
Mengutip Reuters, Goldman Sachs memperkirakan harga Brent akan naik pada 2021, didukung oleh pasar minyak yang lebih ketat dan pemulihan ekonomi dari kemerosotan yang disebabkan oleh pandemi virus corona serta dibantu oleh kemungkinan ditemukannya vaksin.
Goldman memperkirakan harga Brent akan naik ke US$ 65 per barel pada kuartal ketiga 2021 dan rata-rata US$ 59,40 untuk tahun ini.
"Kunci bagi ketahanan harga spot meskipun ada penarikan persediaan yang terhenti di musim panas ini adalah reli yang terjadi untuk harga jangka panjang," kata bank investasi global tersebut dalam sebuah catatan tertanggal 30 Agustus.
Reli harga jangka panjang mencerminkan membaiknya prospek pertumbuhan untuk tahun depan, Goldman menambahkan.
Harga Brent LCOc1 telah rebound tajam sejak jatuh ke level terendah lebih dari 20 tahun pada bulan April. Kenaikan harga minyak merespons upaya pengurangan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) dan karena banyak negara mulai melonggarkan langkah-langkah pembatasannya.
"Ada kemungkinan yang berkembang bahwa vaksin akan tersedia secara luas mulai musim semi mendatang, membantu mendukung pertumbuhan global dan permintaan minyak, terutama jet," kata bank tersebut. Bank Wall Street melihat permintaan bakal naik 3,7 juta barel per hari (bpd) dari Januari hingga Agustus tahun depan.
Diperkirakan pasokan minyak akan lebih ketat pada 2021 karena OPEC+ kemungkinan akan mempertahankan kuota produksinya pada paruh kedua tahun 2020 dan rebound dalam produksi shale oil yang tetap terbatas.
OPEC+ menurunkan tingkat pemotongan produksi menjadi 7,7 juta bpd bulan ini dari rekor tertinggi 9,7 juta bpd atau 10% dari pasokan global antara Mei dan Juli 2020 untuk membantu menyeimbangkan pasokan dengan permintaan yang menurun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Goldman Sachs Ramal Demand Pulih 2022, Minyak Kok Drop?