Swiss Resesi Parah, Masih Percaya Franc Sebagai Safe Haven?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 August 2020 17:13
Uang kertas 50-Swiss-franc (C) terletak di antara yang lain di dalam sebuah kotak di sebuah bank Swiss di Zurich, Swiss 9 April 2019. (REUTERS / Arnd Wiegmann)
Foto: Mata Uang Franc Swiss. (REUTERS / Arnd Wiegmann)

Jakarta, CNBC Indonesia - Swiss menjadi negara terbaru yang menjadi korban pandemi penyakit virus corona (Covid-19), perekonomiannya resmi mengalami resesi. Akibat resesi tersebut mata uangnya (franc/CHF) melemah melawan rupiah, tetapi masih mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, pada pukul 15:55 WIB, franc melemah tipis 0,07% ke Rp 16.136,14/CHF di pasar spot. Sementara melawan dolar AS, franc menguat tipis 0,06% ke 0,9076/US$.

Franc merupakan mata uang yang dianggap aset aman (safe haven), bersama dolar AS dan yen Jepang, Sehingga meski negaranya mengalami resesi, kurs franc masih tetap stabil sebab seluruh dunia diliputi ketidakpastian.

Selain itu, ini bulan kali pertama Swiss mengalami resesi, 2 tahun lalu juga terjadi hal yang sama.

Sekretariat Negara Bidang Perekonomian (State Secretariat for Economic Affairs/SECO) Swiss hari ini melaporkan produk domestic bruto (PDB) kuartal II-2020 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 8,2% year-on-year (YoY). Di kuartal sebelumnya, PDB mengalami kontraksi 2,5% YoY, sehingga sah mengalami resesi.

Menurut SECO, kontraksi PDB 8,2% juga merupakan yang terdalam sejak data kuartalan mulai dicatat pada 1980.

"Aktivitas ekonomi domestik sangat terbatas akibat pandemi Covid-19 dan langkah-langkah yang diambil guna menanggulangi penyebarannya," kata SECO.
Resesi global dikatakan memperparah kemerosotan ekonomi, karena Swiss bergantung dari ekspor.

Meski demikian, resesi yang dialami Swiss disebut tidak seburuk yang diprediksi sebelumnya.

"Ini buruk, tetapi tidak seburuk yang kami takutkan di awal," kata ekonom SECO, Ronald Indergand, sebagaimana dilansir Reuters.

Indergand memprediksi sepanjang tahun ini, PDB Swiss akan mengalami kontraksi sebesar 6,2%, sementara pemulihan ekonomi diperkirakan akan memakan waktu satu hingga 2 tahun.

"Pemulihan ekonomi penuh akan memakan waktu 1 atau 2 tahun. Di akhir 2021 kita mungkin akan mencapai level sebelum krisis ini terjadi," katanya.
Sebelum tahun ini, Swiss juga sudah mengalami resesi pada akhir 2018 lalu, tetapi kemerosotan ekonominya tidak parah. Di kuartal III-2018 PDB Swiss berkontraksi 0,3%, di kuartal berikutnya -0,1%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Franc Raja Mata Uang Dunia, Berapa Sih Cuan-nya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular