Labil Sejak Awal Pekan, Kurs Dolar Singapura di Rp 10.753

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 August 2020 14:07
FILE PHOTO: A Singapore dollar note is seen in this illustration photo May 31, 2017.     REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: Dollar Singapur (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura bergerak volatil alias bolak balik naik turun sejak awal pekan hingga hari ini, Kamis (27/8/2020). Pergerakan tersebut terjadi akibat data ekonomi Singapura yang buruk, di sisi lain kondisi rupiah juga kurang bagus.

Melansir data Refinitiv, pagi tadi kurs dolar Singapura melemah 0,5% ke Rp 10.685,79/SG$, tetapi berhasil berbalik menguat 0,11% ke Rp 10.753,24 pada pukul 13:15 WIB. Pergerakan yang sama juga terjadi dalam 2 hari terakhir, hanya di awal pekan Mata Uang Negeri Merlion ini tertahan di zona merah.

Pada Senin (24/8/2020) bank sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang kembali menunjukkan deflasi. IHK inti dilaporkan -0,4% year-on-year (YoY) di bulan Juli, dari bulan sebelumnya -0,2% YoY. Level tersebut merupakan yang terendah sejak Januari 2020 ketika -0,5% YoY.

Rilis tersebut lebih buruk dari konsensus di Trading Economics sebesar -0,3%, dan hingga bulan Juli, IHK inti sudah negatif dalam bulan beruntun.

Deflasi yang paling parah dalam 1 dekade terakhir tersebut terjadi akibat penurunan tajam biaya listrik dan gas, serta makanan yang belum dimasak.
IHK secara keseluruhan juga dilaporkan -0,4% YoY, dan sudah deflasi dalam 4 bulan beruntun.

IHK yang masih terus menurun memberikan gambaran roda perekonomian masih berputar dengan lambat di Negeri Merlion, sehingga pemulihan ekonomi dari resesi akibat pandemi Covid-19 kemungkinan akan berlangsung lama. Dolar Singapura pun melemah di hari Senin.

Sementara itu kemarin, produksi industri Singapura dilaporkan merosot 8,4% YoY di bulan Juli, lebih tajam dari bulan sebelumnya 6,5% YoY, juga lebih buruk dari konsensus Trading Economics -5,7%. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau secara month-on-month (MoM), produksi industri mampu tumbuh 1,6%, tetapi masih jauh lebih rendah dari konsensus 6% MoM di Trading Economics.

Sekali lagi data tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi di Singapura berjalan lambat.

Di sisi lain, risiko Indonesia mengalami resesi semakin besar. Hal tersebut terlihat dari proyeksi terbaru yang diberikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Sri Mulyani mengatakan adanya risiko nyata pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 negatif. Bahkan, menurut proyeksi Sri Mulyani pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 bisa negatif sampai 2%.

"Kalau kita lihat di kuartal III downside risknya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko nyata."

"Untuk kuartal III outlooknya antara 0 dan negatif 2%," kata Sri Mulyani dalam konferensi persnya, Selasa (25/8/2020).

Proyeksi tersebut menggambarkan risiko resesi cukup besar, setelah di kuartal II lalu ekonomi Indonesia negatif 5,32%.

Sementara, Sri Mulyani memproyeksikan untuk keseluruhan tahun bisa di negatif 1,1% sampai positif 0,2% untuk 2020.


Selain itu, pelaku pasar juga menanti apakan Pembatasan Social Berskala Besar (PSBB) Transisi DKI Jakarta akan diperpanjang lagi atau tidak.

belum ada kepastian apakah PSBB transisi di ibu kota kembali diperpanjang. Namun jika diperpanjang, maka ini merupakan perpanjangan kelima sejak awal Juli 2020.

DKI Jakarta terakhir kali memperpanjang PSBB Transisi pada 14 Agustus 2020 akan berakhir pada hari ini.

Jika kembali diperpanjang, artinya nyaris seluruh kuartal III dilewati dengan PSBB Transisi yang semakin memperbesar risiko terjadinya resesi.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular