Congratulations! Rupiah Juara Asia 3 Hari Beruntun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 August 2020 16:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (25/8/2020) setelah back-to-back menjadi juara alias mata uang terbaik di Asia. Rupiah mengawali perdagangan dengan impresif, tetapi sayangnya momentum penguatan tersebut gagal dipertahankan.

Melansir data Refinitiv, dalam 2 hari perdagangan saat menjadi juara Asia, rupiah mencatat penguatan lebih dari 1%. Kemudian pagi ini begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,82% ke Rp 14.550/US$. 

Namun, setelahnya penguatan rupiah terus digerogoti dolar AS, hingga tersisa 0,2% di Rp 14.640/US$ di akhir perdagangan.

Meski demikian, penguatan 0,2% menjadi yang terbesar dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, sehingga rupiah menjadi juara Asia dalam 3 hari beruntun.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata yang utama Asia hingga pukul 15:30 WIB.

Dolar AS juga cukup kuat yang terlihat dari penguatan indeksnya, sehingga penguatan rupiah terus terpangkas, beberapa mata uang utama Asia bahkan melemah. Indeks dolar AS kemarin menguat tipis 0,04% ke 93,298, meski tipis tetapi semakin menjauhkannya dari level terlemah dalam lebih dari 2 tahun 92,127 yang disentuh pada Senin pekan lalu.

Salah satu pemicu penguatan dolar AS tersebut yakni harapan akan bangkitnya perekonomian negeri Paman Sam. Hal tersebut tercermin dari naiknya aktivitas manufaktur di bulan ini. Markit pada pekan lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 53,6, menjadi yang tertinggi di tahun ini, bahkan sejak Januari 2019 lalu.

Melesatnya PMI manufaktur artinya roda bisnis negeri Paman Sam mulai berputar lagi, sehingga perekonomian diharapkan bisa segera bangkit dari resesi akibat pandemi Covid-19.

Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi penopang penguatan rupiah hari ini. Mayoritas bursa saham global yang menguat menjadi indikasi membaiknya sentimen pelaku pasar.

Bursa saham AS (Wall Street) yang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa menjadi motor bagi bursa saham lainnya. Indeks S&P 500 dan Nasdaq mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Senin kemarin, S&P 500 untuk pertama kalinya mengakhiri perdagangan di atas level 3.400.

Wall Street yang terus menguat mengabaikan fakta Negeri Paman Sam sedang bergelut dengan penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomianya masuk ke jurang resesi.

Kala sentimen pelaku pasar membaik, maka aset-aset dengan imbal hasil tinggi seperti rupiah akan menjadi incaran pelaku pasar.

Sebelum mencetak penguatan 3 hari beruntun, rupiah melemah 6 hari berturut-turut hingga mencapai level terlemah 3 bulan pada pekan lalu. Tetapi saat itu juga, rupiah mulai mengumpulkan momentum penguatan.

Pada Selasa (18/8/2020) Bank Indonesia (BI) merilis Neraca Pembayaran atau Balance of Payment (BOP) Indonesia pada kuartal II-2020 yang mencatat surplus setelah defisit di kuartal sebelumnya. Penurunan defisit transaksi berjalan (CAD) dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF) menjadi pemicunya.

Dalam rilis tersebut, neraca pembayaran Indonesia pada periode April-Juni 2020 tercatat surplus US$ 9,2 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2011 atau sembilan tahun silam.

Defisit transaksi berjalan dilaporkan sebesar US$ 2,9 miliar atau setara 1,2% dari produk domestik bruto (PDB), membaik dari kuartal sebelumnya 1,4% dari PDB. Defisit di kuartal II-2020 menjadi yang paling kecil sejak kuartal I-2017.

Membaiknya defisit transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Komponen NPI lainnya, TMF berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money, dan pergerakannya sangat fluktuatif.
Surplus transaksi modal dan finansial pada April-Juni tercatat sebesar US$ 10,5 miliar (4,3% dari PDB), berbalik arah dari defisit US$ 3,0 miliar (1,1% dari PDB) pada kuartal I-2020.

Sehari setelahnya, BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang tetap mempertahankan suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 4%.
Dalam 2 edisi RDG, Gubernur Perry memberikan sinyal BI tidak akan lagi memangkas suku bunga, dengan menegaskan untuk kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas.

Rupiah berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu, artinya sudah berlangsung dalam lebih dari 2 bulan, meski pelemahnya terbilang smooth. Salah satu penyebab rupiah terus melemah adalah pemangkasan suku bunga BI.

Pada pertengahan Juli lalu, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.

Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.

Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga penutupan perdagangan Rabu pekan lalu rupiah sudah melemah 1,85%.

Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup. Tetapi dengan adanya sinyal dari BI suku bunga tidak akan dipangkas lagi, menjadi modal bagi rupiah untuk menguat selain CAD yang menipis.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular