
Singapura sampai Filipina Resesi, Kok Mata Uangnya Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat sejumlah negara di Asia jatuh ke jurang resesi. Namun itu tidak otomatis membuat mata uangnya melemah.
Akibat wabah virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut, berbagai negara membatasi aktivitas warga. Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) menjadi pilihan untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus.
Ketika masyarakat terpaksa menghabiskan sebagian besar waktu #dirumahaja, roda ekonomi seakan berhenti berputar. Ini terjadi di hampir seluruh negara, sehingga perekonomian dunia jatuh ke jurang resesi terdalam sejak Depresi Besar pada 1930-an.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, perekonomian dunia pada 2020 bakal mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) -4,9%. Jauh lebih dalam ketimbang saat krisis keuangan global 2008-2009.
Benua Asia pun tidak luput dari tren kontraksi. Ketika kontraksi ekonomi terjadi dua kuartal beruntun, itu namanya resesi.
Sejauh ini negara Asia yang sudah jatuh ke jurang resesi adalah Hong Kong, Jepang, Thailand, Singapura, dan Filipina. Akan tetapi, nestapa ekonomi itu tidak membuat mata uang melemah. Sejak awal kuartal III-2020, dolar Hong Kong, yen Jepang, dolar Singapura, sampai peso Filipina masih mampu menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Sementara Indonesia, yang belum resmi masuk resesi, justru mengalami depresiasi mata uang. Secara quarter-to-date (QtD), rupiah melemah lebih dari 4% di hadapan greenback.
Apresiasi mata uang terjadi kala ada arus modal masuk ke pasar keuangan suatu negara. Kedatangan arus modal, terutama asing, salah satunya ditentukan oleh faktor kepercayaan.
Dalam situasi pandemi seperti ini, kepercayaan investor menjadi lebih penting. Investor akan percaya dan bersedia masuk apabila ada keyakinan bahwa pemerintahan di sebuah negara dipandang mampu menangani pandemi dengan baik.
Nah, sepertinya ini yang membuat dolar Hong Kong sampai peso Filipina menguat. Investor yakin bahwa pemerintah bisa merespons pandemi dengan kebijakan yang mumpuni.
Indikator yang bisa digunakan untuk mengukur efektivitas respons pemerintah dalam penanganan pandemi adalah Government Response Index keluaran Blavatnik School of Government, Universitas Oxford (Inggris). Indeks ini terdiri dari tiga komponen yaitu seberapa ketat social distancing (containment and closure policies), kebijakan ekonomi (economic policies), dan kebijakan kesehatan (health system policies).
Government Response Index punya skala 0-100. Semakin tinggi, semakin baik sebuah negara dalam penanganan pandemi. Data Government Response Index bersifat dinamis, diperbarui setiap hari.
Berikut skor Government Response Index di sejumlah negara Asia per 19 Agustus:
Terlihat bahwa nilai Government Response Index di Hong Kong, Filipina, dan Singapura lumayan tinggi, di atas 50. Lebih tinggi ketimbang Indonesia yang sebesar 49.68.
Data ini memberi gambaran bahwa respons pemerintah Hong Kong, Filipina, dan Singapura lumayan oke dalam penanganan pagebluk virus corona. Hasilnya, investor merasa nyaman sehingga arus modal tetap mengalir dan mendukung apresiasi mata uang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Juara Asia Pekan Ini, Pekan Depan Gimana ?
