Rupiah Juara Asia Pekan Ini, Pekan Depan Gimana ?

Tri Putra, CNBC Indonesia
07 June 2020 15:32
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah yang menguat tajam di hadapan dolar greenback membuatnya menjadi mata uang paling seksi di kawasan Asia. Dalam sepekan terakhir nilai tukar rupiah menguat nyaris 5% terhadap dolar AS. 

Penguatan ini jauh lebih tinggi dibanding apresiasi yang dicatatkan mata uang kawasan Asia lainnya. Tak tanggung-tanggung, kini rupiah sudah kembali di bawah Rp 14.000/US$. 

Pada penutupan perdagangan pasar spot Jumat (5/6/2020) untuk 1 dolar AS dibanderol Rp 13.850. Dengan begitu, kini rupiah sudah melampaui level penutupan di awal tahun di Rp 13.880/US$.

Bombardir berita baik seputar kembali digebernya perekonomian membuat selera terhadap resiko (risk appetite) investor berangsur pulih. Pelonggaran lockdown dan segala pembatasannya telah dimulai sejak awal Mei oleh banyak negara di dunia.



Kini perekonomian global sudah mulai menatap era baru yang disebut 'new normal'. Kata-kata new normal seolah memiliki kekuatan magis yang mampu mendorong investor kembali memburu aset-aset berisiko seperti saham dan instrumen investasi di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

Derasnya aliran asing yang masuk ke Tanah Air turut membantu penguatan nilai tukar rupiah. Pekan ini pemerintah melelang 7 seri SBN dengan target indikatif sebesar Rp 20 triliun. Namun penawarannya tercatat mencapai Rp 105,27 triliun. Artinya ada oversubscribed hingga 5,2x.

Sentimen untuk mata uang Garuda pekan depan sepertinya masih positif, apalagi New Normal di Indonesia baru dimulai pada pekan ini. Selanjutnya Rupiah akan menguji level Rp 13.565/US$ yang merupakan level terkuat tahun ini yang dicapai pada 24 Januari lalu.

Data-data ekonomi juga mendukung penguatan rupiah di pekan ini. Angka Purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat sedikit membaik di bulan Mei, menjadi 28,6 dari bulan April sebesar 27,5.

Meski masih berkontraksi (di bawah 50), setidaknya angka indeks mulai bergerak naik. Dengan penerapan new normal mulai bulan ini, PMI manufaktur tentunya akan semakin naik mendekati 50 setelah diberlakukannya Kenormalan Baru di Indonesiadan diharapkan bisa kembali berekspansi (di atas 50) bulan-bulan mendatang.

Apalagi Rupiah yang sudah sangat perkasa ini bahkan dinilai oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo masih kemurahan (undervalued). Dalam pemaparan kondisi ekonomi terkini melalui konferensi videonya, Perry menjelaskan berbagai alasan mengapa rupiah masih dinilai terlalu murah jika dibandingkan dengan fundamental value-nya.

Perry menjelaskan bahwa perbedaan suku bunga yang masih tinggi, yield surat utang yang menarik, kecemasan yang mereda, inflasi yang terjaga di kisaran target, defisit transaksi berjalan yang membaik hingga premi risiko (credit default swap/CDS) yang turun membantu penguatan rupiah lebih lanjut. Ke depan Gubernur BI masih optimis bahwa rupiah masih mampu untuk menguat.

Asumsi ini tentunya hanya akan terjadi apabila setelah diputarnya kembali perekonomian Indonesia, tidak muncul gelombang kedua virus Covid-19. Apalagi banyak yang berpendapat bahwa gelombang pertama virus corona saja belum berhasil dilewati.

Tercatat pada Sabtu (6/6/20) penambahan harian kasus positif virus nCov-19 kembali memecahkan rekor baru yaitu 993 orang positif dalam sehari dengan total 30.514 pasien positif.

Mengingat di beberapa negara seperti Korea Selatan, setelah perekonomiannya dibuka, Negara Ginseng sempat melakukan pengetatan karantina kembali setelah ketakutan akan munculnya gelombang pandemi jilid 2 datang dengan munculnya klaster-klaster penyebaran baru.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp) Next Article Ini Daftar 10 Mata Uang Terlemah di Dunia, Ada Rupiah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular