
Dolar AS Loyo, Tapi Rupiah Melemah 4 Hari Beruntun, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencatat pelemahan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (13/8/2020), padahal, kondisi dolar AS juga tidak begitu bagus.
Pelaku pasar menanti keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta akan diperpanjang atau tidak. Maklum saja, PSBB sangat mempengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia yang berkontraksi di kuartal II-2020.
Melansir data Refinitiv, rupiah pada hari ini dibuka stagnan di Rp 14.685/US$, kemudian sempat menguat 0,24% ke Rp 14.650/US$. Tetapi tak lama, Mata Uang Garuda masuk ke zona merah, hingga ke Rp 14.715/US$, melemah 0,2%.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.700/US$, melemah 0,1%. Dengan demikian, total pelemahan rupiah dalam 4 hari perdagangan sebesar 0,82%.
Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, rupiah meski melemah tipis 0,1% tetapi menjadi mata uang dengan kinerja terburuk kedua, hanya lebih baik dari dolar Taiwan.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:09 WIB.
Indeks dolar AS kembali melemah pada hari ini, hingga sore ini terpantau turun 0,3% dari posisi akhir kemarin. Alhasil, mata uang utama Asia bergerak bervariasi pada hari ini. Kemarin indeks yang dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS ini juga berakhir di zona merah. Sebabnya, pembahasan stimulus fiskal yang kembali macet di Kongres (Parlemen) AS.
Tanpa stimulus tambahan, pemulihan ekonomi AS tentunya akan berjalan lebih lambat. Kubu Partai Republik di House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) mengusulkan proposal stimulus baru bernilai US$ 1 triliun. Namun kubu oposisi Partai Demokrat enggan menyetujui karena merasa jumlahnya terlalu sedikit.
Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengungkapkan bahwa Demokrat baru ingin membuka ruang dialog jika nilai stimulus fiskal setidaknya US$ 2 triliun. Presiden Donald Trump berang.
"Dolar AS membutuhkan kabar positif dari pembahasan stimulus. Pasti akan ada kesepakatan, karena para politikus tidak mungkin kembali ke konstituen mereka dengan tangan hampa. Ketika itu terjadi, maka dolar AS akan punya momentum untuk menguat terhadap mata uang lain," jelas Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.
