Dolar AS Loyo, Tapi Rupiah Melemah 4 Hari Beruntun, Kok Bisa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 August 2020 16:07
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencatat pelemahan 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (13/8/2020), padahal, kondisi dolar AS juga tidak begitu bagus.

Pelaku pasar menanti keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta akan diperpanjang atau tidak. Maklum saja, PSBB sangat mempengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia yang berkontraksi di kuartal II-2020.

Melansir data Refinitiv, rupiah pada hari ini dibuka stagnan di Rp 14.685/US$, kemudian sempat menguat 0,24% ke Rp 14.650/US$. Tetapi tak lama, Mata Uang Garuda masuk ke zona merah, hingga ke Rp 14.715/US$, melemah 0,2%.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.700/US$, melemah 0,1%. Dengan demikian, total pelemahan rupiah dalam 4 hari perdagangan sebesar 0,82%.

Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, rupiah meski melemah tipis 0,1% tetapi menjadi mata uang dengan kinerja terburuk kedua, hanya lebih baik dari dolar Taiwan.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:09 WIB.


Indeks dolar AS kembali melemah pada hari ini, hingga sore ini terpantau turun 0,3% dari posisi akhir kemarin. Alhasil, mata uang utama Asia bergerak bervariasi pada hari ini. Kemarin indeks yang dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS ini juga berakhir di zona merah. Sebabnya, pembahasan stimulus fiskal yang kembali macet di Kongres (Parlemen) AS.

Tanpa stimulus tambahan, pemulihan ekonomi AS tentunya akan berjalan lebih lambat. Kubu Partai Republik di House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS) mengusulkan proposal stimulus baru bernilai US$ 1 triliun. Namun kubu oposisi Partai Demokrat enggan menyetujui karena merasa jumlahnya terlalu sedikit.

Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, mengungkapkan bahwa Demokrat baru ingin membuka ruang dialog jika nilai stimulus fiskal setidaknya US$ 2 triliun. Presiden Donald Trump berang.

"Dolar AS membutuhkan kabar positif dari pembahasan stimulus. Pasti akan ada kesepakatan, karena para politikus tidak mungkin kembali ke konstituen mereka dengan tangan hampa. Ketika itu terjadi, maka dolar AS akan punya momentum untuk menguat terhadap mata uang lain," jelas Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) Jakarta akan berakhir pada hari ini, dan akan ada keputusan apakah diperpanjang atau dihentikan. PSBB kemungkinan akan diperpanjang lagi, biasanya 2 minggu, melihat penambahan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang masih tinggi.

Per 11 Agutsus 2020, jumlah pasien positif corona tercatat 26.642 orang. Bertambah 462 orang (1,77%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (29 Juli-11 Agustus), pasien positif corona bertambah rata-rata 473,5 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 352,21 orang per hari.

"Insya Allah diperpanjang, karena masih cukup tinggi angkanya. Akan diperketat, perkantoran, rumah sakit, semualah. Tempat umum ditingkatkan," kata Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur Jakarta, dilansir CNN Indonesia.

Jika kembali diperpanjang, artinya PSBB berlangsung selama 2 bulan di kuartal III-2020. Laju pemulihan ekonomi saat PSBB menjadi lambat, sehingga risiko resesi meningkat seperti yang diramal oleh Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020, dengan judul The Long Road to Recovery.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.

Kontraksi yang cukup dalam di kuartal II-2020, -5,32% year-on-year (YoY) memperbesar risiko terjadinya resesi. Menurut Sri Mulyani, sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.

"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).

Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular