
Duh Sedih, Tak Ada Nama Pertamina Lagi di Daftar Fortune 500

Menjadi perusahaan publik tidak membuat Saudi Aramco dan PetroChina 'tergadai'. Sebab, negara masih jadi pemilik mayoritas, bahkan hampir seluruh saham masih dikuasai negara.
Saat ini, pemilikan pemerintah Arab Saudi di Saudi Aramco masih 98,18%, saham yang dilepas ke publik tidak sampai 2%. Itu pun sudah menghasilkan fulus yang begitu banyak, lebih tinggi ketimbang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jadi uang hasil penjualan Aramco cukup untuk membeli seluruh Indonesia dan masih ada kembaliannya.
Sedangkan di PetroChina, CNPC menguasai 90,71% saham. CNPC adalah perpanjangan tangan negara, karena dimiliki 100% oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu.
Agar mampu mendongrak laba dan kembali ke jajaran Fortune 500, Pertamina mungkin perlu lebih serius untuk menjajaki opsi masuk ke pasar modal. Rencana ke arah sana sudah ada, dengan IPO di level anak usaha atau sub-holding.
"IPO adalah salah satu alternatif cara mendapatkan pendanaan untuk pengembangan usaha dan tidak akan mempengaruhi kinerja penugasan pemerintah kepada Pertamina," tegas Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina, belum lama ini.
Memang ada pandangan bahwa ketika menjadi perusahaan publik maka Pertamina bakal melupakan tugas melayani rakyat. Semata-mata hanya berorientasi kepada cuan, begitu katanya.
Namun perlu dicatat bahwa yang akan melakukan IPO adalah anak usaha, bukan Pertamina sebagai induk usaha. Pertamina juga akan tetap menjalankan tugas dari pemerintah, bahkan bisa lebih fokus karena urusan bisnis akan difokuskan kepada anak usaha.
So, bagaimana Pertamina?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]