Analisis

Ekonomi AS Bangkit, Berkah atau Petaka Bagi Rupiah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 August 2020 08:49
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,34% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.580/US$. Isu resesi di Indonesia setelah pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 mengalami kontraksi tajam, -5,32%.

Isu tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini, Senin (10/8/2020) selain juga sinyal kebangkitan ekonomi AS. Tanda-tanda kebangkitan ekonomi AS terlihat dari rilis data tenaga kerja yang jauh lebih baik ketimbang sebelumnya.

Tenaga kerja yang sebelum terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai terserap kembali, tingkat pengangguran menurun di bulan Juli, tenaga kerja kembali terserap, dan rata-rata upah per jam naik.

Rilis data tersebut membuat indeks dolar yang sebelumnya berada di level terendah 2 tahun bangkit, yang tentunya menjadi kabar buruk bagi rupiah.

Selain itu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani empat perintah eksekutif pada Sabtu (8/8/2020) waktu setempat atau Minggu (9/8/2020) WIB. Salah satu dari empat perintah eksekutif itu berisi bantuan langsung kepada pengangguran senilai US$ 400 per pekan.

Bantuan senilai US$ 400 per pekan tersebut tentunya akan meningkatkan daya beli warga AS, yang lagi-lagi berpotensi memberikan dampak signifikan ke PDB.

Sehingga harapan akan kebangkitan ekonomi AS kembali muncul. Saat negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia ini bangkit negara-negara lainnya juga akan terkerek naik.

Bangkitnya perekonomian AS memang membuat indeks dolar ikut terungkit. Tetapi jika sentimen pelaku pasar membaik merespon sinyal kebangkitan ekonomi AS, rupiah justru juga diuntungkan. Kala sentimen membaik, maka aliran modal akan masuk lagi ke negara emerging market seperti Indonesia, rupiah mendapat rejeki.

Selain itu dari dalam negeri, data transaksi berjalan (current account) Indonesia kuartal II-2020 akan menjadi perhatian.

Di kuartal I lalu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) membaik. Defisit tercatat sebesar US$ 3,9 miliar setara dengan 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini adalah catatan terendah sejak 2017.

CAD di kuartal II kemungkinan akan kembali membaik mengingat pada bulan Mei dan Juni neraca dagang Indonesia mengalami surplus.

Transaksi berjalan adalah bagian dari Neraca Pembayaran (balance of payment) yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dinilai lebih berdimensi jangka panjang ketimbang dari kamar sebelah, yaitu transaksi modal dan finansial.

Neraca Pembayaran secara keseluruhan akan menjadi dasar, fondasi, pijakan bagi kekuatan nilai tukar mata uang. Namun karena pos transaksi berjalan lebih berjangka panjang, maka pos ini kerap dipandang sebagai pemeran utama, penopang kekuatan suatu mata uang.

Secara teknikal, meski rupiah yang disimbolkan USD/IDR melemah pada pekan lalu, tetapi masih berada dalam fase konsolidasi sejak 2 pekan terakhir. Fase konsolidasi artinya suatu instrument bolak balik naik turun dalam rentang tertentu. Pada satu titik fase ini akan memicu pergerakan besar.

Posisi penutupan rupiah pada perdagangan Senin (27/7/2020) tidak jauh dari posisi pembukaan perdagangan, serta pergerakan naik turun hari ini secara teknikal membentuk pola Doji jika dilihat menggunakan grafik Candlestick.

Suatu harga dikatakan membentuk pola Doji ketika level pembukaan dan penutupan perdagangan sama atau nyaris sama persis, setelah sebelumnya mengalami pergerakan naik dan turun dari level pembukaan tersebut.

Secara psikologis, pola Doji menunjukkan pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah pasar apakah akan menguat atau melemah.
Munculnya Doji menjadi indikasi suatu instrument akan memasuki fase konsolidasi.

Dalam kasus rupiah atau yang disimbolkan dengan USD/IDR, fase konsolidasi kemungkinan akan berada di rentang Rp 14.325/US$ sampai US$ 14.730/US$. Artinya, rupiah kecenderungannya akan bergerak bolak balik di antara level tersebut di pekan ini, bahkan ada kemungkinan sampai pekan depan.

Indikator stochastic masih bergerak di dekat wilayah jenuh jual (oversold).

idrFoto: Refinitiv
idr

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai oversold, berisiko berbalik melemah.

Jika belum mencapai oversold, ruang penguatan rupiah menjadi lebih besar. Support terdekat berada di kisaran Rp 14.510/US, jika mampu dilewati rupiah berpeluang menuju Rp 14.450/US$.

Resisten terdekat berada di kisaran US$ 14.600/US$, jika dilewati rupiah berisiko melemah ke Rp 14.660/US$, sebelum menuju batas atas fase konsolidasi Rp 14.730/US$.

Arah pergerakan selanjutnya akan ditentukan apakah rupiah mampu menembus batas bawah fase konsolidasi sehingga akan menguat lebih lanjut, atau sebaliknya batas atas Rp 14.730/US$ yang akan dilewati sehingga risiko pelemahan semakin membesar.

Batas atas tersebut juga merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

Ke depannya, selama tidak menembus ke atas Fib. Retracement 61,8% tersebut rupiah masih berpeluang menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular