
Mahalnya... Kurs Poundsterling Kini di Atas Rp 19.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (6/8/2020). Melawan rupiah, kurs poundsterling bahkan melesat ke atas Rp 19.000/GBP, setelah bank sentral Inggris (Bank of Engalnd/BoE) mengumumkan kebijakan moneter siang tadi.
Melansir data Refinitiv, poundsterling menguat 0,91% ke Rp 19.212,07/GBP pada hari ini. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak akhir April. Di akhir Juni lalu, kurs poundsterling masih bergerak di kisaran Rp 17.500/GBP, artinya terjadi penguatan nyaris 10%.
Sementara itu melawan dolar AS, mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini menguat 0,5% ke US$ 1,3177. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 5 Maret lalu.
BoE pada hari ini memutuskan mempertahankan semua kebijakan moneternya guna membantu perekonomian Inggris bangkit dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Suku bunga tetap dipertahankan 0,1%, sementara program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar 745 miliar poundsterling.
Pada bulan Juni, BoE sudah menambah QE sebesar 100 miliar poundsterling, 8 dari 9 komite pembuat kebijakan moneter sepakat untuk penambahan stimulus tersebut. Tetapi pada rapat kebijakan moneter kali ini, semua anggota satu suara untuk tidak menambah stimulus.
BoE juga lebih optimis mengenai perekonomian di tahun ini, produk domestik bruto (PDB) diprediksi "hanya" berkontraksi 9,5% di tahun ini, lebih baik dari prediksi sebelumnya negatif 14%. Di tahun depan PDB diramal kan tumbuh 9% sementara di 2022 3,5%.
Poundsterling menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik dalam beberapa pekan terakhir. Sepanjang bulan Juli, menguat lebih dari 5%, kinerja yang terbilang mengejutkan mengingat kondisi Inggris yang masih dipenuhi ketidakpastian, tidak hanya pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat pandemi Covid-19, tetapi juga masalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.
Brexit menjadi penting karena menentukan nasib Inggris untuk jangka panjang. Inggris saat ini masih dalam masa transisi hingga akhir tahun setelah resmi bercerai dengan Uni Eropa
Selama masa transisi, belum ada perubahan status Inggris di pasar tunggal Eropa, artinya produk dari Inggris masih bebas keluar masuk di Benua Biru. Jika sampai 31 Desember nanti tidak ada kesepakatan, maka Inggris akan keluar dari pasar tunggal, artinya akan ada tarif ekspor-impor yang akan dikenakan.
Bila hal ini sampai terjadi, maka perekonomian Inggris terancam merosot lebih dalam. Apalagi saat ini pandemi penyakit akibat virus corona sudah membuat perekonomian global menuju jurang resesi.
Oleh karena itu penguatan poundsterling menjadi cukup mengejutkan. Tetapi di sisa tahun ini diramal akan kembali melemah oleh ahli strategi mata uang dari Bank of America Merril Lynch.
"Nasib poundsterling akan ditentukan oleh kebijakan moneter, kebangkitan perekonomian setelah dihantam pandemi, serta negosiasi Brexit, yang masih alot" kata ahli strategi tersebut, sebagaimana dilansir Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
Next Article Ikut Terseret Minyak, Poundsterling Ambles ke Bawah Rp 19.000
