
Apakah RI Bakal Resesi? Ini Kata Agus Martowardojo

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2013-208, Agus Dermawan Wintarto (DW) Martowardojo, mengungkapkan pandangannya terkait dengan perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19.
Indonesia, menurut bankir senior ini, beberapa kali dihantam krisis yang membuat perekonomian melemah, salah satunya yang pernah terjadi pada tahun 1965. Pada tahun itu, katanya, inflasi Indonesia mencapai 594%.
Setahun berikutnya inflasi mencapai 635%, di mana nilai tukar rupiah dilakukan penyederhanaan jumlah digit (redenominasi) pada pecahan rupiah tanpa mengurangi nilainya yakni dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.
"Kondisi berat, untuk memulihkan butuh ekonomi sosial," katanya dalam seminar daring "Ekonomi Indonesia di Ambang Resesi, Apa Solusinya?" di Jakarta, Senin (3/8/2020).
Berikutnya, Indonesia juga kembali dihantam krisis pada 1997-1998. Krisis kali ini juga tak kalah besar, karena pertumbuhan ekonomi kala itu tercatat minus 13%. Inflasi mencatat angka hingga 82%.
"Nilai tukar 1 US$ awalnya Rp 2.500 menjadi Rp 17 ribu," kata mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ini.
Tahun ini, Indonesia kembali mengalami kondisi di ambang krisis, yang menurutnya sudah dialami sejak 5 bulan sejak dihantam Covid-19. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Dia mengatakan, jika berkaca pada sejarah yang terjadi di masa lampau, kondisi global saat ini sama seperti tahun 1930.
"Kondisi dunia, sama seperti ketika ada depresi besar tahun 1930. Akan menjadi sejarah kemanusiaan," kata Menteri Keuangan periode 20 Mei 2010 - 18 April 2013 ini.
Kondisi saat ini, lanjutnya, merupakan masalah yang berdampak sosial. Sebab, masyarakat tak bisa melakukan pertemuan, karena agar tetap di rumah. Bahkan tak bisa ibadah di tempat ibadah dan semua mengalami kondisi ekonomi sulit. Ada yang juga kehilangan kesempatan kerja.
"Pandemi ini hanya akan berakhir apabila vaksin untuk Covid-19 ditemukan, ini tak bisa dalam waktu dekat," pungkasnya.
Agus Marto mengatakan pertumbuhan rata-rata PDB Indonesia dalam 5 tahun terakhir 5%. Sementara pada kuartal I sebesar 2,97%. "Padahal kita baru mengumumkan adanya Covid-19 itu di awal Maret," katanya.
"Kita semua prediksi ada tekanan kepada masyarakat, sosial-ekonomi akan membuat ekonomi Indonesia di Q2-2020, tumbuh negatif. kita melihat negatif 4-6%," katanya.
"Sekarang ini kondisi pengendalian Covid-di RI belum cukup berarti. Kalau di negara lain, gelombang kedua, sudah melakukan kegiatan keras bukan hanya PSBB, tapi penutupan mutlak, Indonesia gelombang pertama belum selesai. Untuk itu kita harus sangat hati-hati. Perkembangan terakhir banyak klaster baru [Covid-19]."
Agus juga menyebut, tahun 2018 dan 2019, defisit APBN tak pernah di angka 2,6%. Sekarang di tahun 2020 untuk mendukung komitmen penyelamatan Indonesia, kesehatan, keamanan sampai ekonomi pemerintah telah membuka defisit APBN tadinya di 1,76% di tahun 2020 sekarang melonjak 6.34%.
Tak hanya Agus Martowardojo, dalam kesempatan yang sama ekonom senior Raden Pardede juga menyebut jika perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi, dan diperkirakan negatif 4-5%.
"Ingat negara lain lebih parah. Kuartal II-2020 terima akan mengalami negatif. pertanyaan apakah kuartal 3-4 mengalami negatif atau tidak?," jelasnya.
Dia menyebut, secara teknikal, kalau mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal ketiga, maka ekonomi akan mengalami resesi. Jika kuartal IV-2020 mengalami pertumbuhan yang juga negatif, masih disebut juga resesi.
"Kalau tahun depan masih negatif berarti depresi. Secara ekonomi, ini yang akan dilakukan pencegahan. kuartal III jangan negatif," tegasnya.
Menghindari resesi ini, prasyarat di awal harus timbul dulu rasa aman dan sehat. Menurutnya, jangan dilihat bahwa hanya memusatkan perhatian ke ekonomi.
"Kita tak bisa seperti negara maju lockdown dalam waktu yang lama. Apa yang paling maksimum yang bisa kita lakukan di situasi seperti sekarang. TLI: Tes, Lacak dan Isolasi. Itu harus dilakukan. Ini akan menjadi fokus beberapa bulan kedepan," pungkasnya.
Di kuartal I, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 2,97%. Nilai itu mendarat jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6%.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional atau IMF meramalkan ekonomi global di 2020 akan -4,9%. Angka ini lebih rendah 1,9 poin persentase dibanding outlook IMF pada April 2020, yakni -3%.
"Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang negatif pada paruh pertama 2020 daripada yang diperkirakan," tulis lembaga itu.
Untuk Indonesia, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka -0,3% di tahun 2020. Padahal April 2020 lalu, IMF masih optimis memandang ekonomi RI masih dapat tumbuh 1,5%.
Kendati demikian, pada tahun berikutnya produk domestik bruto (PDB) RI diperkirakan akan kembali mencatatkan pertumbuhan yakni 6,1% pada 2021.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Agus Marto: Ekonomi RI Bakal Minus 4-6% di Kuartal 2
