
Di Level Tertinggi 2 Tahun, Euro Sang Mata Uang Kebal Resesi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju kenaikan mata uang euro masih belum terbendung hingga perdagangan Jumat (31/7/2020). Saat negara-negara raksasa Eropa terjun ke jurang resesi, euro justru naik ke level tertinggi dalam lebih dari 2 tahun terakhir.
Melansir data Refinitiv, euro hari ini sempat menguat 0,52% ke US$ 1,1908, level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Mei 2018. Posisi euro terpangkas, pada pukul 18:09 WIB berada di level US$ 1,1859, atau menguat 0,11% di pasar spot.
Zona Euro pada hari ini sah mengalami resesi. Produk domestik bruto (PDB) blok 19 negara tersebut terkontraksi (tumbuh minus) 12,1% quarter-to-quarter (QtQ) di kuartal II-2020, menjadi yang terdalam sejak pencatatan dimulai pada tahun 1995. Di kuartal I-2020 lalu, PDB zona euro juga juga minus 3,6% QtQ.
Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB di kuartal II-2020 minus 15% dan di kuartal I-2020 terkontraksi 3,1%. Sehingga zona euro resmi mengalami resesi.
April-Juni merupakan dimana banyak negara di zona euro menerapkan kebijakan karantina (lockdown) guna meredam penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Saat lockdown dilakukan, perputaran roda bisnis melambat, bahkan nyaris mati suri. Sehingga wajar jika mengalami resesi.
Negara-negara raksasa ekonomi Eropa juga berguguran. Jerman negara dengan nilai ekonomi terbesar di Benua Biru kemarin melaporkan PDB kuartal II-2020 dilaporkan -11,7% YoY, resmi resesi.
Prancis menyusul hari ini, PDB mengalami kontraksi 5% YoY, jika melihat QtQ, PDB Prancis sudah berkontraksi dalam 3 kuartal beruntun, sehingga dikatakan mengalami resesi teknikal.
Korban virus corona berikutnya Spanyol dan Italia juga resesi. Semua negara raksasa Eropa mengalami resesi, tetapi euro terus melaju kencang.
Apa rahasianya?
Harapan akan kebangkitan ekonomi menjadi kunci penguatan euro. Resesi yang terjadi saat ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar sejak kebijakan lockdown diterapkan. Ekonomi Eropa diperkirakan akan lebih cepat pulih ketimbang Amerika Serikat sehingga euro terus melaju kencang.
Harapan akan kebangkitan ekonomi Eropa semakin membuncah setelah pemerintah Eropa pada pekan lalu yang menyepakati stimulus fiskal senilai 750 miliar guna membangkitkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat pandemi penyakit virus corona. Kebijakan tersebut menimbulkan harapan akan kebangkitan ekonomi Benua Biru.
Dengan demikian, dana yang digelontorkan guna memulihkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat Covid-19 semakin besar.
Pada bulan lalu, bank sentral Eropa (European Central Bank. ECB) yang dipimpin Christine Lagarde ini menambah nilai stimulus yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) senilai 600 miliar euro, sehingga totalnya menjadi 1,35 miliar euro. Stimulus dengan pembelian surat berharga tersebut akan digelontorkan hingga Juni 2021.
Lagarde mengatakan, hingga akhir Juni lalu jumlah obligasi pemerintah yang dibeli melalui PEPP senilai 360 miliar euro.
Selain itu, suku bunga acuan main refinancing rate juga dipertahankan sebesar 0%, deposit facility sebesar -0,5%, dan lending facility sebesar 0,25%. ECB mengatakan, suku bunga rendah tersebut masih akan dipertahankan hingga inflasi mendekati 2%.
Kebangkitan ekonomi Eropa kian nyata melihat data aktivitas bisnis (manufaktur dan jasa) bulan Juli yang kembali berekspansi. Jumat pekan lalu, Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di zona euro, semuanya di atas 50.
PMI dari Markit menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, di bawah berarti kontraksi.
Dengan rilis semua di atas 50, artinya roda bisnis manufaktur dan jasa di zona euro sudah kembali berputar, sehingga perekonomian bisa segera bangkit kembali. Euro pun semakin tak terbendung di Juli, menguat lebih dari 6% hingga level tertinggi intraday hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%