Analisis Indeks

Seberapa Menarik 3 Anggota Baru Indeks LQ45?

Tim Riset, CNBC Indonesia
07 August 2020 07:28
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu indeks paling prestisius di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks LQ45, indeks yang berisi 45 saham paling likuid di pasar modal dengan fundamental kinerja yang baik.

Disebut prestisius lantaran syarat dan ketentuan bagi emiten untuk masuk ke indeks ini sangat ketat sehingga dalam periode tertentu hanya ada 45 saham anggota LQ45. Indeks ini pun menjadi acuan bagi pelaku pasar, termasuk investor ritel dan institusi semacam pengelola reksa dana dan dana pensiun serta asuransi.

Tentunya, tim seleksi saham-saham yang akan menjadi anggota LQ45 tentunya tidak akan sembarangan memasukkan saham yang meragukan untuk masuk menjadi konstituen LQ45.

Emiten tersebut perlu memiliki kondisi keuangan yang sehat, prospek pertumbuhan yang tinggi, serta nilai transaksi yang likuid agar bisa dipertimbangkan masuk ke dalam saham LQ45. BEI melakukan evaluasi mayor setiap 6 bulan sekali, yakni Februari-Juli dan Agustus-Januari, sementara evaluasi minor pada Mei-Juli.

Berikut tabel kinerja saham-saham yang menjadi konstituen baru LQ45 (Agustus 2020-Januari 2021) dan saham-saham yang keluar.

Berdasarkan data BEI, terpantau dua saham yang didepak dari LQ45 yaitu PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).Dua saham ini berkinerja terburuk di antara anggota LQ45 lainnya, secara tahun berjalan atau year to date, dengan penurunan masing-masing 69% dan 57,91%, mengacu data perdagangan akhir Juli 2020.

Satu lagi yang ikut didepak BEI yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT), sahamnya sudah ambles year to date sebesar 37,09%.

Ketiga saham ini digantikan oleh tiga anggota baru untuk periode Agustus 2020-Januari 2021 yakni emiten tambang emas Grup Saratoga yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), emiten pengelola rumah sakit PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), dan emiten properti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

Kinerja MIKA dan SMRA masing-masing melorot 10,11% dan 40,30% year to date. Hanya MDKA yang sahamnya berhasil pulih dari pandemi virus corona dan tercermin dari harganya yang secara tahun berjalan terapresiasi 67,29%.

Transaksi Ramai?

Sebagaimana diketahui, kriteria saham masuk LQ45 di antaranya tercatat di BEI minimal 3 bulan, aktivitas transaksi di pasar regular dari sisi nilai, volume, dan frekuensi transaksi, kapitalisasi pasar (market capitalization) periode tertentu, dan keadaan keuangan serta prospek pertumbuhan perusahaan.

Sebelumnya Indeks LQ45 (juga Indeks IDX30) dihitung dengan menggunakan metode 'rata-rata tertimbang atas kapitalisasi pasar' atau 'market capitalisation weighting' di mana metode ini menggunakan seluruh saham tercatat sebagai bobot perhitungan indeks saham.

Kini BEI menambah lagi dasar perhitungan sejak 1 Februari 2019 dengan memperhitungkan free float (minimal jumlah saham publik beredar) sebagai penyesuaian atas kapitalisasi pasar yang digunakan dalam perhitungan indeks LQ45 dan IDX30.

Hal ini karena beberapa saham masih tercatat berbentuk warkat (scrip) atau dimiliki oleh investor strategis yang memiliki motif untuk mempertahankan kepemilikannya dalam jangka panjang.

Terkait dengan masuknya tiga anggota baru LQ45, tentu menjadi pertanyaan apakah memang likuiditasnya memang baik?

Secara umum, tampaknya kinerja harga saham satu emiten memang menjadi pertimbangan penting bagi BEI dalam menentukan konstituen LQ45, karena apabila kinerja harga LQ45 buruk maka bisa jadi khayalak umum memberikan cap gagal terhadap pasar saham RI.

Ada satu sorotan sejumlah kalangan di pasar dan beberapa grup investasi pasar modal yang mempertanyakan masuknya satu anggota baru, dalam hal ini saham MIKA.

Masuknya saham MIKA menjadi keterkejutan tersendiri di benak sebagian investor. Memang, saham ini memiliki kapitalisasi pasar yang mumpuni yaitu Rp 34 triliun dan likuiditas yang memadai, akan tetapi transaksi harian saham MIKA terkadang memunculkan tanda tanya.

Sebagai gambaran, berikut transaksi perdagangan saham MIKA apabila dikategorikan berdasarkan pembelian dan penjualan masing-masing broker pada perdagangan Kamis (30/7/20).

LQ45, MIKA, harianFoto: LQ45, MIKA, harian
LQ45, MIKA, harian

Berdasarkan data perdagangan BEI, terpantau 10 broker yang membeli saham MIKA (buy) dengan jumlah tertentu dan menjualnya dengan jumlah yang sama di broker lain atas saham yang sama, sehingga terkesan adanya aktivitas transaksi yang terjadi hanya untuk meningkatkan likuiditas perdagangan saham.

Bahkan apabila dilakukan pengecekan transaksi broker di saham MIKA secara harian, kejadian seperti ini seringkali terulang oleh broker-broker yang sama.

Hal ini dikhawatirkan bisa memunculkan indikasi adanya 'transaksi semu' karena terdapat kemungkinan suatu broker melakukan pembelian dari broker lain, kemudian setelah mendapat barang, broker tersebut akan kembali menjual sahamnya ke broker yang lain dengan jumlah lot yang sama.

Singkatnya hanya oper-oper barang saja untuk memberikan kesan bahwa saham tersebut likuid karena banyak broker yang melakukan aktivitas transaksi. Tentu ini menjadi wewenang dan perhatian dari BEI untuk melihat kewajaran transaksi.

Biasanya pemilik akun di broker-broker ini hanyalah nominee, yang artinya beneficial owner atau pemilik dana akhir sesungguhnya dari akun ini hanyalah satu pihak.

Sebagai perbandingan, selama setahun terakhir, tampak broker-broker yang sama juga melakukan pembelian dan penjualan dengan volume yang hampir sama.

Bahkan broker PT Onix Sekuritas (FM) melakukan pembelian saham MIKA dan menjualnya kembali dengan volume yang sama persis yakni 551.183 lot.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebetulnya sudah mengatur soal larangan perdagangan semu ini, melarang adanya transaksi yang tidak menyebabkan pergantian kepemilikan saham.

Larangan ini tertuang dalam Pasal 91 UU tersebut yang berbunyi, Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek.

Pasal ini diperjelas dengan penjelasan yakni "Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek, yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek."

"Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek, antara lain:

a. Melakukan transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau

b. Melakukan penawaran jual atau penawaran beli efek pada harga tertentu, di mana pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama.

Hanya saja, namanya aturan, ada saja celah yang terbuka. Masih ada loophole dari peraturan ini yakni dengan cara menggunakan nama orang lain atau perusahaan yang berbeda-beda alias nominee.

Dengan begitu, yang terdeteksi oleh BEI adalah orang atau perusahaan yang berbeda-beda yang melakukan transaksi tersebut, padahal beneficial owner-nya sama.

Di pasar modal kegiatan ini terkenal dengan julukan painting the tape yang merupakan kegiatan perdagangan antara rekening efek satu dengan rekening efek lain yang masih berada dalam penguasaan satu pihak (beneficial owner) atau mempunyai keterkaitan sedemikian rupa, sehingga tercipta perdagangan semu.

Tentunya kita berharap Bursa tidak lagi kembali kecolongan lagi seperti ketika 2018 ketika memasukkan PT Hanson International Tbk (MYRX) ke jajaran saham LQ45 yang akhirnya menjadi blunder.

Sebab ternyata ada permasalahan di laporan keuangan MYRX dan ada indikasi goreng-mengoreng saham di perusahaan ini setelah direktur utamanya Benny Tjokrosaputro (Bentjok) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi megaskandal PT Asuransi Jiwasraya. Saham MYRX bahkan kini berpotensi didepak dari Bursa.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular