
Koreksi Wall Street Menular, IHSG Ambles, Asing Kabur Rp 28 M

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (28/7/20) dibuka di zona hijau dengan kenaikan 0,15% di level 5.124,19. Selang 5 menit IHSG masih melanjutkan penguatanya sebesar 0,29% di level 5.131,64, lalu kemudian terjerembab minus 0.47% di level 5.089.
Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 28 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 1 triliun.
Saham yang paling banyak dilego asing hari ini adalah PT Bank Central AsiaTbk (BBCA) dengan jual bersih sebesar Rp 8 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 16 miliar.
Sementara itu saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini adalah PT Telekomunikasi IndonesiaTbk (TLKM) dengan beli bersih sebesar Rp 1 miliar dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 1 miliar.
Sementara itu bursa di kawasan Asia mayoritas terpantau bervariatif, Hang Seng Index di Hong Kong naik 0,31%, Nikkei di Jepang terdepresiasi 0,76%, sedangkan Indeks STI di Singapore anjlok 0,32%.
Beralih ke bursa saham New York, tiga indeks utama ditutup melemah tadi pagi waktu Indonesia (Selasa waktu AS). Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,77%, S&P 500 minus 0,65%, dan Nasdaq Composite ambles 1,27%.
Kemarin, Wall Street menguat setelah ada harapan stimulus fiskal baru senilai US$ 1 yang diajukan oleh kubu Partai Republik di House of Representaives (salah satu dari dua kamar legislatif di AS). Namun proposal ini tidak berjalan mulus.
Pihak Partai Demokrat di House menilai proposal Republik terlalu cemen. Demokrat ingin agar nilai stimulus lebih besar lagi, yaitu US$ 3 triliun.
Bahkan kubu Republik di Senat juga tidak sepakat dengan proposal yang diajukan koleganya di House. Randall 'Rand' Paul, Senator Negara Bagian Kentucky dari Partai Republik, menilai uang yang dikeluarkan untuk penanganan virus corona sudah terlalu banyak.
"Saya tidak mau lagi berutang triliunan dolar," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Mandeknya proposal stimulus ini membuat penonton, eh investor, kecewa. Padahal rakyat AS butuh kepastian dalam waktu dekat, karena program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar US$ 600 per pekan akan segera berakhir.
Tanpa BLT, dan lapangan kerja yang masih terbatas, dikhawatirkan konsumsi rumah tangga di Negeri Paman Sam bakal terganggu. Kala konsumsi rumah tangga bermasalah, sulit berharap ekonomi bisa pulih. Maklum, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Dari dalam negeri, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menyatakan bahwa pagebluk virus corona masih akan menjadi sumber ketidakpastian, setidaknya sampai tahun depan. Selagi virus corona masih bergentayangan, maka aktivitas masyarakat tidak akan kembali normal sehingga menghambat laju roda perekonomian.
"Recovery atau pemulihan ekonomi global sangat tidak pasti akibat Covid-19. Beberapa lembaga internasional memperkirakan pemulihan ekonomi akan cukup cepat untuk tahun depan, dengan asumsi tahun ini menurunnya sangat tajam. Namun kita melihat bahwa lembaga-lembaga tersebut terus-menerus melakukan revisi pemulihan ekonomi 2020-2021," papar Sri Mulyani.
"Kalau penanganan (virus corona) efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, maka kondisi ekonomi bisa recover pada kuartal III-2020 dengan positive growth 0,4% dan pada kuartal IV akan akselerasi ke 3%. Kalau itu terjadi, maka pertumbuhan ekonomi kita secara keseluruhan tahun akan bisa tetap di zona positif," lanjutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah