
Trump Guyur Warga AS Rp 14.000 T, Kok IHSG Gagal Ngekor?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Amerika Serikat (AS) mengindikasikan sinyal pemulihan dari lonjakan data pesanan barang tahan lama (durable goods) sektor manufaktur, pada Senin (27/7/2020) pagi waktu setempat.
Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa pesanan barang tahan lama-yang umur pemakaiannya minimal 3 tahun-naik 7,3% pada Juni, setelah sempat naik 15,1% pada Mei. Pemesanan barang inti, yang mengecualikan pesanan pesawat dan alat utama sistem persenjataan (alutsista), naik 3,3%.
Pemesanan otomotif dan suku cadangnya melonjak 85,7% pada Juni, setelah pada Mei menguat 28,28%. Kenaikan pesanan juga terjadi pada barang logam, mesin, alat listrik, dan peralatan komunikasi meski masih di bawah level sebelum pandemi.
Data pesanan barang tahan lama merupakan salah satu indikator kestabilan ekonomi AS. Semakin tinggi angka pemesanannya, maka ekonomi diperkirakan masih ekspansif karena para produsen barang yakin kondisi akan baik-baik saja.
Sebaliknya ketika resesi mengintai, biasanya pelaku usaha dan juga masyarakat mengerem belanja mereka. Pelaku usaha bakal memangkas biaya investasi barang modal, sementara masyarakat merealokasikan belanja untuk barang konsumsi sehari-hari.
Namun, perlu dicatat, data pesanan ini sangat volatil karena pembatalan pesanan bisa berlangsung setiap saat mengikuti strategi ekspansi perusahaan-perusahaan manufaktur tersebut.
Menyambut berita baik ini bursa acuan dunia Wall Street kompak ditutup hijau pada penutupan dini hari tadi (Selasa pagi waktu AS), di mana Indeks Dow Jones terapresiasi 0,43%, S&P 200 naik 0,74%, dan Indeks Nasdaq terbang 1,67% di bursa Wall Street AS.
Akan tetapi ternyata kabar gembira ini gagal menyeberangi benua dan menghijaukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terpantau pada akhir perdagangan sesi pertama IHSG masih terkoreksi 0,29% ke level 5.131,64.
Gagalnya pelaku pasar lokal merespons kabar baik dari negeri Paman Sam dikarenakan dengan potensi pulihnya kembali perekonomian AS, tidak akan serta merta memulihkan perekonomian Indonesia pula.
Terlebih apabila mempertimbangkan kasus corona di Indonesia masih belum menemukan titik puncaknya, bahkan baru saja menyentuh total 100.000 pasien yang terkonfirmasi positif yaitu di angka 100.303.
Memang kasus corona di AS juga masih tinggi bahkan menjadi yang tertinggi di dunia, tapi tingginya kasus Covid-19 di AS juga dibarengi oleh tingginya guyuran stimulus pemerintahan Donald Trump yang diberikan baik untuk sektor usaha maupun untuk masyarakat yang terdampak pandemi virus nCov-19.
Terbaru, Pemimpin Mayoritas Senat, Mitch McConnell, mengumumkan rencana bantuan virus corona dari Partai Republik.
Rancangan undang-undang pendanaan tersebut akan mencakup bantuan untuk orang Amerika yang menganggur, pembayaran langsung lainnya kepada individu hingga US$ 1.200, tambahan dana pinjaman usaha kecil Program Perlindungan Paycheck, dan beberapa program pendanaan lainnya.
McConnell mengatakan RUU itu akan menetapkan asuransi pengangguran federal sebesar 70% dari upah pekerja sebelumnya, menggantikan pembiayaan senilai US$ 600 per minggu yang akan berakhir minggu ini.
Pada Senin (27/7/2020), para pejabat Gedung Putih dan Senat dari Partai Republik sudah menyelesaikan RUU stimulus baru tersebut yang bernilai sekitar US$ 1 triliun atau setara dengan Rp 14.000 triliun (kurs Rp 14.000/US$) untuk warga AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
