Pola Doji & Warning Bagi Rupiah dari Investor

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 July 2020 17:00
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Penguatan rupiah sejak pekan lalu terbilang "sakti" sebab hasil survei Reuters menunjukkan investor melakukan aksi "buang" rupiah.

Hasil survei yang dirilis pada Kamis (23/7/2020), menunjukkan angka 0,61 naik 2 kali lipat lebih dari hasil survei sebelumnya 0,26. Artinya investor menambah posisi jual (short) rupiah, padahal 4 pekan sebelumnya masih mengambil posisi beli (long), dengan angka survei -0,05 (kolom merah).

Kabar buruknya lagi, hasil survei Reuters menunjukkan investor mengambil posisi beli (long) terhadap mayoritas mata uang utama Asia. Selain rupiah, hanya baht Thailand yang "dibuang".

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi jual (short) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.

Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.

Kini investor kembali melakukan aksi "buang" rupiah dalam 2 survei terakhir, sehingga bisa menjadi warning bagi Mata Uang Garuda.

Menurut survei terbaru tersebut, salah satu pemicu aksi jual tersebut adalah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan 7 Day Reserve Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada pekan lalu. Dengan demikian, sepanjang tahun ini BI sudah menurunkan suku bunga sebanyak 4 kali masing-masing sebesar 25 bps.

Dengan pemangkasan tersebut imbal hasil (yield) berinvestasi di Indonesia tentunya semakin turun. Padahal selama ini Indonesia mengandalkan yield yang tinggi untuk menarik investasi. Tetapi kabar baiknya, BI memberikan indikasi tidak akan menurunkan suku bunga lagi di tahun ini.

Selain penurunan suku bunga, pemulihan ekonomi Indonesia juga diprediksi membentuk kurva U-Shape, artinya merosot tajam, di bawah agak lama, baru kemudian bangkit.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/hps)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular