Tak Seperti MU, Rupiah Terlempar Dari 3 Besar Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 July 2020 17:05
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (27/7/2020). Dolar AS yang masih terus "dihajar" oleh euro membuat rupiah mampu melanjutkan tren positif sejak pekan lalu.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung menguat 0,28% ke Rp 14.500/US$ saat pembukaan perdagangan. Penguatan sempat terakselerasi hingga 0,62% ke Rp 14.450/US$, yang menjadi level terkuat intraday.

Setelahnya penguatan rupiah terpangkas, dan di akhir perdagangan berada di level Rp 14.490/US$ menguat 0,34% di pasar spot.

Tak seperti Manchester United (MU) yang sukses finish 3 besar Liga Premier Inggris, rupiah hari ini telempar dari posisi bergengsi tersebut. Padahal, di awal perdagangan Mata Uang Garuda sempat berada di puncak klasemen, memimpin penguatan mata uang utama Asia.

Dolar AS yang sedang lesu membuat mayoritas mata uang utama Benua Kuning menguat hari ini, hingga pukul 15:20 WIB, yen Jepang menjadi juara Asia dengan penguatan 0,54%, disusul won Korea Selatan dan dolar Taiwan yang menguat 0,37% dan 0,35%.

Rupiah berada di posisi ke-empat, tetapi posisi tersebut masih bisa berubah mengingat perdagangan di negara lain belum berakhir.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Dolar AS saat ini terus "dihajar" oleh euro, sebabnya perekonomian Eropa diramal akan pulih lebih cepat ketimbang AS dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Kala euro menguat tajam, maka indeks dolar AS akan terus merosot, mengingat mata uang 19 negara tersebut berkontribusi sebesar 57,6% dalam membentuk indeks dolar AS. Sore ini, indeks dolar AS kembali turun ke 93,953 yang merupakan level terendah sejak September 2018.

Indeks tersebut merupakan tolak ukur kekuatan dolar AS, sehingga ketika merosot akan menjadi kesempatan bagi rupiah untuk menguat.

Sementara itu dari AS, Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan Amerika Serikat (AS) kembali meluncurkan paket stimulus untuk bisnis dan warganya yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).

Dalam wawancara di program "State of the Union" CNN pada Minggu (26/7/2020), Kudlow mengatakan Partai Republik telah menyelesaikan RUU stimulus baru yang bernilai sekitar US$ 1 triliun (Rp 14.000 triliun). Mereka akan mengumumkannya pada Senin, 7 Juli 2020.

Sebelumnya, Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus jumbo, senilai US$ 2 triliun guna membangkitkan perekonomian yang merosot akibat pandemi Covid-19. Tidak hanya merosot, perekonomian Negeri Paman Sam bahkan terancam mengalami resesi yang dalam di kuartal II-2020.

Di kuartal I-2020, perekonomian AS mengalami kontraksi 5%, sementara di kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan produk domestik bruto (PDB) AS diprediksi berkontraksi 32,4%, benar-benar nyungsep. Sehingga hanya keajaiban yang luar biasa yang bisa membuat AS lepas dari resesi di kuartal II-2020 ini.

Sebelum tahun ini, AS sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, Negeri Paman Sam mengalami empat kali resesi, termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008.

AS bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari resesi, yakni Depresi Besar (Great Depression) atau resesi yang berlangsung selama 1 dekade, pada tahun 1930an.

Data PDB AS baru akan dirilis pada Kamis (30/7/2020) pekan depan, sekaligus menjadi peresmian resesi ke-34.

Dengan adanya tambahan stimulus senilai US$ 1 triliun, diharapkan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan. Ketika sang raksasa ekonomi dunia bangkit, perekonomian globak juga akan ikut terkerek naik.

Gelontoron stimulus tersebut tentunya bisa menambah sentimen positif di pasar finansial global. Selain itu, data dari Jepang yang menunjukkan pemulihan ekonomi, begitu juga dari China memberikan dampak positif ke pasar. Di Jepang, belanja modal perusahaan pada kuartal I-2020 naik 0,1% year-on-year (YoY) setelah pada kuartal sebelumnya anjlok 3,5%.

Sementara di China, keuntungan perusahaan industri manufaktur pada Juni memang turun 12,8% year-to-date (YtD). Namun sudah lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang ambles 19,3%.

Faktor-faktor tersebut membuat rupiah mampu mencatat penguatan 5 hari beruntun, meski belum masuk 3 besar mata uang Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular