
Menguat di Kurs JISDOR, Rupiah jadi Jawara Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari ini, Jumat (24/7/2020), sementara di pasar spot rupiah juga berjaya bahkan menjadi yang terbaik di Asia. Kombinasi antara sentimen positif dari dalam negeri, serta dolar AS yang sedang babak belur membuat rupiah kini berpeluang mencatat penguatan 4 hari beruntun.
Kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate hari ini berada di Rp 14.614/US$, menguat 0,37% dibandingkan kemarin.
Sementara itu di pasar spot, rupiah pagi ini sempat melesat 0,62% ke Rp 14.460/US$, sebelum diperdagangkan di level Rp 14.490/US$ pada pukul 10:04 WIB.
Meski penguatan terpangkas, tetapi rupiah tetap menjadi yang terbaik di Asia pagi ini. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Rupiah mulai menguat sejak hari Selasa lalu, ketika vaksin virus corona yang dibuat oleh Sinovac Biotech asal China sudah tiba di Indonesia, dan akan diuji klinis sebelum diproduksi masal.
Presiden Joko Widodo melalui akun Twitternya kemudian mengungkapkan bahwa Indonesia akan segera menggelar uji coba vaksin tahap ketiga. Jika berhasil, maka Bio Farma akan memproduksi vaksin dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun.
Holding BUMN farmasi, PT Bio Farma (Persero) menyatakan telah menyiapkan fasilitas produksi untuk memulai memproduksi vaksin Covid-19 yang akan dimulai pada kuartal I-2020, dengan catatan jika vaksin tersebut dinyatakan lolos uji klinis tahap ketiga.
Uji klinis tahap ketiga ini dilakukan di dalam negeri dan akan mulai pada Agustus 2020 mendatang.
Vaksin tersebut memberikan harapan hidup akan kembali normal, roda bisnis kembali berputar dan perekonomian bangkit dari kemerosotan akibat pandemi Covid-19.
Selain itu Bank Indonesia (BI) yang mengindikasikan tidak akan lagi menurunkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate, juga menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Pada Kamis pekan lalu, BI hari ini memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%. Dengan demikian, sepanjang tahun ini BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali masing-masing 25 bps.
Sempat muncul ekspektasi di pasar jika BI akan kembali memangkas suku bunga, melihat rendahnya inflasi serta defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang membaik. Ketika suku bunga dipangkas, maka yield Surat Berharga Negara (SBN) berpeluang menurun, sehingga daya tarik investasi di dalam negeri menjadi meredup, aliran modal seret, dan rupiah kekurangan "bensin" dan terancam melemah.
Tetapi, nyatanya BI memberikan indikasi tidak akan memangkas suku bunga lagi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat ditanya peluang suku bunga kembali diturunkan memberikan pernyataan berbeda. Pada RDG bulan lalu, Perry mengatakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, tetapi kali ini ia menyebut tergantung dari data-data ekonomi.
"Bagaimana kebijakan suku bunga ke depan, akan kita lihat bagaimana pola pemulihan ekonomi dan dampaknya ke inflasi. Masa-masa pandemi Covid-19 kita harus sering cermati data terbaru untuk merespon suku bunga" kata Perry di Youtube Resmi Bank Indonesia, Kamis (16/7/2020).
Selain itu, Perry menekankan dalam kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas, yaitu bagaimana dari aspek likuiditas dan pendaan, seperti quantitative easing yang sudah dilakukan BI.
Pernyataan tersebut memberikan gambaran BI mungkin tidak akan menurunkan suku bunga lagi di tahun ini, rupiah pun perlahan kembali bertenaga.
