Jangan Kaget! Ada Risiko Rupiah ke Rp 15.000/US$ Pekan ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 July 2020 16:25
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah cukup tajam 0,62% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.710/US$ pada perdagangan Senin (20/7/2020), setelah merosot 1,81% sepanjang pekan lalu.

Di awal perdagangan hari ini, rupiah bahkan sempat ambrol 1,44% ke Rp 14.830/US$ yang menjadi level terlemah 2 bulan, tepatnya sejak 19 Mei lalu
Melihat pergerakan hari ini, rupiah berisiko kembali menyentuh level Rp 15.000/US$ di pekan ini. Risiko resesi dari luar dan dalam negeri menjadi penekan utama rupiah. Apalagi, hasil survei dari Reuters juga menunjukkan pelaku pasar mulai melakukan aksi "buang" rupiah.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari sentimen global. Hal itu dikatakan Destry saat menjadi pembicara dalam seminar yang digelar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (20/7/2020).

"Memang kalau diperhatikan belakangan ini nilai tukar bukan hanya di Indonesia tapi emerging market juga terus mengalami tekanan," ujar Destry.
Menurut dia, hal itu tak lepas dari analisis-analisis terkini terkait kondisi perekonomian global.

"Bahwa kondisinya (resesi) akan lebih deeper (dalam) dan longer (lama) sehingga terjadilah risk off. Jadi mereka menjauhi kembali instrumen-instrumen ataupun market yang mereka anggap akan membuat risiko tinggi," kata Destry.

Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia

Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.

Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti. Rupiah pun mengalami tekanan.

Salah satu penyebab rupiah merosot pada pekan lalu adalah investor yang melakukan aksi "buang rupiah". Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan investor kini mengambil posisi jual (short) rupiah.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Hasil survei yang dirilis pada Kamis (9/7/2020), menunjukkan angka 0,26 artinya investor kini mengambil posisi short rupiah, padahal 2 pekan sebelumnya masih mengambil posisi long, dengan angka survei -0,05 (kolom merah).

Ini merupakan kali pertama investor mengambil posisi jual rupiah pertengahan Mei.

Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi jual (short) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.

Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.

Kini investor kembali melakukan aksi "buang rupiah" tersebut, meski angka survei masih 0,26, belum terlalu besar, tetapi sudah bisa menjadi warning.

Menurut survei tersebut, investor melakukan aksi "buang rupiah" akibat Bank Indonesia yang diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate. BI pada pekan lalu memang benar memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.

Kala suku bunga dipangkas, maka yield Surat Berharga Negara (SBN) juga berpeluang menurun, yang membuat daya tarik investasi menjadi berkurang. Artinya rupiah yang mengandalkan pasokan valas ke dalam negeri menjadi kekurangan "bensin".

Secara teknikal, sejak melemah tajam Rabu (15/7/2020), outlook rupiah menjadi kurang bagus. Apalagi, hari ini rupiah sempat menembus Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Level tersebut akan menjadi kunci pergerakan di pekan ini. Jika rupiah besok mengakhiri perdagangan di atas level tersebut, maka tekanan akan lebih besar dan berisiko melemah menuju Rp 15.090/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 50%.

Sementara itu indikator stochastic bergerak naik dan mulai masuk wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai overbought, rupiah punya peluang untuk berbalik menguat.

Jika rupiah mampu bertahan di bawah Rp 14.730/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.510/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Next Page
Investor
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular