
Jangan Kaget! Ada Risiko Rupiah ke Rp 15.000/US$ Pekan ini

Salah satu penyebab rupiah merosot pada pekan lalu adalah investor yang melakukan aksi "buang rupiah". Hal tersebut terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan investor kini mengambil posisi jual (short) rupiah.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.
Hasil survei yang dirilis pada Kamis (9/7/2020), menunjukkan angka 0,26 artinya investor kini mengambil posisi short rupiah, padahal 2 pekan sebelumnya masih mengambil posisi long, dengan angka survei -0,05 (kolom merah).
Ini merupakan kali pertama investor mengambil posisi jual rupiah pertengahan Mei.
Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi jual (short) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.
Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.
Kini investor kembali melakukan aksi "buang rupiah" tersebut, meski angka survei masih 0,26, belum terlalu besar, tetapi sudah bisa menjadi warning.
Menurut survei tersebut, investor melakukan aksi "buang rupiah" akibat Bank Indonesia yang diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate. BI pada pekan lalu memang benar memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Kala suku bunga dipangkas, maka yield Surat Berharga Negara (SBN) juga berpeluang menurun, yang membuat daya tarik investasi menjadi berkurang. Artinya rupiah yang mengandalkan pasokan valas ke dalam negeri menjadi kekurangan "bensin".
Secara teknikal, sejak melemah tajam Rabu (15/7/2020), outlook rupiah menjadi kurang bagus. Apalagi, hari ini rupiah sempat menembus Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%.
![]() Foto: Refinitiv |
Level tersebut akan menjadi kunci pergerakan di pekan ini. Jika rupiah besok mengakhiri perdagangan di atas level tersebut, maka tekanan akan lebih besar dan berisiko melemah menuju Rp 15.090/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 50%.
Sementara itu indikator stochastic bergerak naik dan mulai masuk wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah. Artinya ketika USD/IDR mencapai overbought, rupiah punya peluang untuk berbalik menguat.
Jika rupiah mampu bertahan di bawah Rp 14.730/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.510/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
