Sentimen Pasar Pekan Depan

Hai Pelaku Pasar, Sudah Siap Sambut Resesi AS?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 July 2020 19:45
Wabah Virus di Korea Selatan  (AP/Ahn Young-joon)
Foto: Wabah Virus di Korea Selatan (AP/Ahn Young-joon)

Korea Selatan akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 pada Kamis (23/7/2020) dan berisiko mengalami resesi teknikal. Produk domestic bruto (PDB) Negeri Ginseng pada kuartal I-2020 dirilis minus 1,3% quarter-to-quarter (QtQ), sehingga jika kuartal II-2020 kembali minus artinya mengalami resesi teknikal.

Seandaianya itu terjadi, tentunya isu resesi masih akan terus menghangat yang menjadi beban bagi pergerakan pasar finansial global.
Jika dilihat secara year-on-year (YoY), PDB Korea Selatan di kuartal I-2020 masih tumbuh 1,4%, sehingga meski kali ini PDB dirilis negatif, belum akan dikatakan sebagai resesi.

Untuk diketahui, ketika PDB suatu negara minus dalam 2 kuartal beruntun secara YoY maka dikatakan mengalami resesi. Sementara jika minus secara kuartalan atau quarter-to-quarter (QtQ) dikatakan sebagai resesi teknikal.

Selain itu, ada juga bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang akan mengumumkan suku bunga acuan pada Senin (20/7/2020) besok. Berdasarkan konsensus Trading Economic, PBoC diramal masih mempertahankan Loan Prime Rate tenor 1 tahun di 3,85% dan tenor 5 tahun di 4,65%.
Meski demikian, pelaku pasar tentunya juga menanti apakah ada sinyal-sinyal pelonggaran moneter untuk lebih memacu perekonomian China.

China saat ini bisa dikatakan menjadi negara yang terdepan dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Di kuartal I-2020, perekonomian China mengalami kontraksinya sangat dalam, 6,8% YoY, terparah sepanjang sejarah. Negeri Tiongkok langsung bangkit di kuartal II-2020 dengan membukukan pertumbuhan ekonomi 3,2% YoY.

Pertumbuhan tersebut menjadi kabar bagus bagi, sebabnya China merupakan pasar ekspor non-migas terbesar Indonesia.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Juni 2020, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China mencapai US$ 12,83 miliar. Nilai ekspor tersebut mengalami kenaikan nyaris 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Ahli strategi pasar global JPMorgan Asset Management, Marcella Chow dalam catatan yang dikutip CNBC International memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan terus berlanjut. Kabar baik lagi bagi Indonesia.

"Melihat ke depan, kami memperkirakan akan melihat berlanjutnya perbaikan (ekonomi China) di kuartal-kuartal selanjutnya melihat aktivitas ekonomi domestik yang sebagian besar sudah kembali," kata Chow.

"Bersama dengan peningkatan belanja pemerintah di sektor infrastruktur, konsumsi bisa jadi pendorong pertumbuhan ekonomi baru. Saat ini rumah tangga di China memiliki deposit di bank sebagai antisiapasi selama masa pandemi yang menyebabkan pelambatan ekonomi, pemulihan konsumsi yang cepat kemungkinan baru akan terjadi ketika tingkat kepercayaan mereka meningkat," kata Chow.

Ketika ekonomi China terus tumbuh, maka permintaan untuk impor akan meningkat, sehingga akan menggerakkan ekonomi dalam negeri. Sehingga peluang ada peluang Indonesia akan segara bangkit dari keterpurukan.

Di perdagangan terakhir pekan depan, Jumat (24/7/2020), dari Eropa akan dirilis data purchasing managers' index (PMI) manufaktur dari Eropa yang bisa menunjukkan apakah ekonomi Benua Biru sudah mulai menunjukkan pemulihan atau malah masih berjuang melawan pandemi Covid-19.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular