PSBB Diperpanjang & Bank Dunia Sebut RI Resesi, IHSG Tumbang

Tri Putra, CNBC Indonesia
17 July 2020 09:23
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) padaperdagangan akhir pekan Jumat (17/7/20) sempat di buka hijau menguat 0,15% ke level 5.1105,97, tapi tak berselang lama langsung merosot 0,01% di level 5.097,78.  Selang 7 menit IHSG sudah lanjut terjun ke zona merah dengan penurunan 0,39% di level 5.078,70.

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dua minggu, membuat investor ragu untuk belanja saham pagi ini. 

"Maka akan amat berisiko melonggarkan PSBB transisi fase I, kami memutuskan untuk memperpanjang fase I PSBB transisi sampai 2 pekan," kata Anies dikutip dari YouTube, Kamis (16/7).

Ia mengatakan selama pekan ini telah terjadi peningkatan positivity ratio jadi 5,9% dari hasil tes artinya harus lebih waspada. Angka ini memang masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 12%.

"Namun ini di atas ambang yang direkomendasikan WHO," kata Anies.

Kasus covid-19 di Jakarta memang masih tinggi, pada hari ini saja ada DKI Jakarta ada 312 kasus baru. Sebelumnya sempat ada rekor kasus pada 12 Juli 2020 sebanyak 404 kasus baru.

Pada saat pembukaan perdangang, investor asing masih tercatat melakukan aksi beli bersih sebanyak Rp 76 juta di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 500 miliar.

Saham yang paling banyak dilego asing hari ini adalah PT Bank Rakyat IndonesiaTbk (BBRI) dengan jual bersih sebesar Rp 43 miliar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 22 miliar.

Sementara itu saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini adalah PT Indofood Sukses MakmurTbk (INDF) dengan beli bersih sebesar Rp 1,3 miliar dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) yang mencatatkan net buy sebesar Rp 281 juta.

Berlawanan arah dengan IHSG, bursa di kawasan Asia mayoritas terpantau hijau, Hang Seng Index di Hong Kong naik 0,78%, Nikkei di Jepang terapresiasi sebesar 0,02%, sedangkan Indeks STI di Singapore terbang 0,25%.

Beralih ke bursa saham AS (Wall Street) berakhir merah pada perdagangan Kamis kemarin, Indeks Dow Jones melemah 0,5%, S&P 500 minus 0,34%, dan Nasdaq -0,73%.

Data yang dirilis kemarin sebenarnya cukup apik, Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel di bulan Juni naik 7,5% month-on-month (MoM). Meski jauh lebih rendah dari kenaikan bulan sebelumnya 17,7% MoM, tetapi masih lebih tinggi dari hasil polling Reuters sebesar 5% MoM. 

Sementara itu penjualan ritel inti, yang tidak memasukkan sektor otomotif naik 7,3% MoM dari sebelumnya yang melesat 12,4% MoM, juga lebih tinggi dari polling Reuters 5% MoM.

Kenaikan tajam di bulan Mei terbilang wajar, sebabnya pada bulan-bulan sebelumnya penjualan ritel minus akibat kebijakan social distancing serta lockdown yang membuat roda bisnis melambat signifikan bahkan mati suri. Sehingga ketika social distancing dilonggarkan dan lockdown dihentikan, penjualan ritel langsung melesat.

Selain data penjualan ritel yang pertumbuhannya cukup apik, aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia juga menunjukkan ekspansi 2 bulan beruntun. Data yang dirilis The Fed Philadelphia menunjukkan indeks aktivitas manufaktur sebesar 24,1, lebih tinggi dari hasil polling Reuters sebesar 20, meski melambat dari bulan sebelumnya 27,5.

Indeks manufaktur dari The Fed Philadelphia menggunakan angka 0 sebagai ambang batas, angka positif berarti ekspansi sementara negatif berarti kontraksi.

Hanya 1 data yang sedikit mengecewakan yakni klaim awal tunjangan pengangguran yang bertambang sebanyak 1,3 juta orang, lebih banyak dari polling Reuters 1,25 juta orang.

Sementara itu dari dalam negeri isu resesi masih terus menghantui. Kemarin, Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery atau jalan jalan menuju pemulihan.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (AS) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.

Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular