
Aksi "Buang Dolar" China Bisa Bikin Ekspor Indonesia Melesat?

Ketika yuan terus menguat, maka warga China akan lebih "kaya" barang-barang dari luar negeri akan menjadi lebih murah, sehingga ada kemungkinan akan terjadi peningkatan impor.
China merupakan pasar ekspor non-migas terbesar Indonesia. Dengan terus menguatnya yuan, akankah ekspor Indonesia ke China nantinya akan meningkat?
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Juni 2020, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China mencapai US$ 12,83 miliar. Nilai ekspor tersebut mengalami kenaikan nyaris 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika dilihat setiap bulannya, penurunan nilai ekspor hanya menurun di bulan Februari, sebesar US$ 1,87 miliar dari bulan Januari US$ 2,1 miliar. Setelahnya, nilai ekspor Indonesia ke China terus meningkat. Meski demikian, nilai ekspor di bulan Februari tersebut masih lebih tinggi ketimbang Februari tahun lalu sebesar US$ 1,54 miliar.
Kenaikan ekspor di semester I tahun ini menjadi kejutan di tengah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian global melambat. Data dari BPS tersebut menunjukkan dari 13 negara tujuan ekspor Indonesia, selain China, hanya ke Amerika Serikat, Australia, dan Italia yang mengalami peningkatan, sisanya minus.
Seperti disebutkan sebelumnya, nilai tukar yuan sempat melemah tajam hingga mendekati level terlemah dalam 12 tahun terakhir di bulan Mei.
Berdasarkan data Refinitiv, pada semester I-2020, rata-rata nilai tukar yuan sebesar 7,0314/US$. Sementara rata-rata nilai tukar yuan pada semester I-2019 sebesar 6,7845.
Artinya, nilai tukar yuan sebenarnya jauh lebih kuat pada semester I tahun lalu ketimbang tahun ini. Tetapi nilai ekspor Indonesia ke China justru lebih tinggi di tahun ini.
Sehingga bisa dikatakan nilai tukar yuan tidak terlalu mempengaruhi tingkat impor China dari Indonesia.
Apalagi, nilai tukar yuan sebenarnya dalam kontrol yang ketat oleh bank sentral China (People's Bank of China/PBoC). Setiap harinya PBoC akan menetapkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS, dan membiarkannya bergerak melemah atau menguat hingga maksimal 2% dari nilai tengah.
PBoC bisa sewaktu-waktu melemahkan atau menguatkan nilai tukar mata uang. Contohnya pada bulan Agustus lalu ketika PBoC mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah dalam lebih dari satu dekade.
Demand dari Negeri Tiongkok sepertinya lebih menentukan tingkat ekspor Indonesia. Dengan perekonomian China yang menunjukkan kebangkitan, ada peluang tingkat ekspor akan kembali meningkat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]