
Saat China 'Buang Dolar', Apa Dampaknya ke Indonesia?

Selain China, Rusia juga melakukan aksi "buang dolar" yang jauh lebih agresif ketimbang China.
Pada tahun 2018 lalu, pada periode Maret sampai Mei atau dalam tempo 3 bulan saja, Rusia "buang dolar" dengan melepas Treasury yang dimiliki sebesar US$ 81 miliar (Rp 1.166,4 triliun) atau sekitar 84% dari total Treasury yang dimiliki kala itu.
Akibat kebijakan tersebut, pada bulan Mei 2018 yield Treasury AS tenor 10 tahun melesat naik ke atas 3% untuk pertama kalinya sejak Januari 2014. Bank sentral Rusia kala itu menyatakan kebijakan tersebut dilakukan untuk diversikasi dan beralih ke emas.
Tetapi banyak yang melihat kebijakan tersebut dilakukan sebagai balasan ke AS yang memberikan sanksi kepada perusahaan aluminium asal Rusial, Rusal pada bulan April. Rusal terkait dengan taipan Oleg Deripaska yang juga dekat dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Sanksi tersebut diberikan setelah Deripaska dikatakan berusaha ikut campur pada Pemilu AS 2016. Rusal merupakan perusahaan aluminium terbesar kedua di dunia setelah Hongqiao China. Sanksi tersebut akhirnya dicabut pada Januari 2019.
Saat Rusia melakukan aksi tersebut, pada sejak pertengahan April hingga pertengahan Mei nilai tukar rupiah melemah lebih dari 3%. Di saat yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambrol nyaris 10%.
Volatility index (VIX), indeks yang menunjukkan kecemasan pasar global juga mengalami kenaikan di akhir Mei 2018 dari kisaran 13 ke atas 17 dalam waktu sehari. Artinya ada kecemasan di pasar saat yield Treasury AS tiba-tiba naik ke atas 3%, dan sempat memicu gejolak di negara emerging market.
Penguatan indeks dolar AS yang terjadi kala itu memperkuat kecemasan pelaku pasar. Dolar AS merupakan aset yang dianggap safe haven, sehingga ketika terjadi gejolak maka akan menjadi buruan pelaku pasar. Di saat yang sama dengan pelemahan rupiah indeks dolar menguat lebih dari 4%.
Indeks tersebut mengukur kekuatan dolar AS terhadap 6 mata uang utama lainnya. Tetapi indeks ini juga dijadikan acuan kekuatan dolar AS melawan mata uang lainnya.
Jika Rusia yang melepas Treasury sebesar US$ 81 miliar dalam kurun waktu 3 bulan bisa memicu hal tersebut, bayangkan China yang memiliki Treasury US$ 1,07 triliun dan "dibuang" secara agresif, pasar finansial global tentunya akan mengalami gejolak hebat, dan Indonesia juga tidak akan lepas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]