Resesi & Lockdown Bikin Rupiah & Mata Uang Asia 'Gugur'

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 July 2020 16:20
valas
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (14/6/2020). Tidak hanya rupiah, semua mata uang utama Asia "gugur" pada hari ini akibat memburuknya sentimen pelaku pasar.

Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.350/US$, setelahnya rupiah menguat tipis 0,04% ke Rp 14.345/US$ yang sekaligus menjadi level terkuat hari ini. Setelahnya, rupiah malah masuk ke zona merah, hingga akhirnya melemah 0,17% di Rp 14.375/US$ di penutupan perdagangan, berdasarkan data Refinitiv.

Semua mata uang utama Asia, tanpa kecuali melemah melawan dolar AS. Baht Thailand menjadi mata uang dengan kinerja terburuk pada hari ini. Hingga pukul 15:32 WIB, baht melemah 0,54%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Pemerintah Singapura pagi tadi melaporkan perekonomian mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 minus 41,2% quarter-on-quarter (QoQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020. Kontraksi pada periode April-Juni tersebut lebih buruk dari konsensus di Trading Economic sebesar -37,4%.

Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY. 

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus dalam 2 kuartal beruntun. Sehingga, Singapura sah mengalami resesi. Terakhir kali Singapura mengalami resesi pada tahun 2008 saat krisis finansial global.

Singapura merupakan mitra strategis Indonesia, sehingga ada kecemasan resesi juga akan datang ke Tanah Air.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penanaman modal asing (PMA) Singapura sebesar US$ 6,5 miliar, menjadi yang terbesar dibandingkan negara-negara lainnya. Di kuartal I-2020, nilai PMA Singapura juga masih tinggi, sebesar US$ 2,72 miliar, tetapi di kuartal II-2020 mungkin lain ceritanya.

Selain itu, Singapura juga merupakan pasar ekspor non-migas Indonesia, pada periode Januari-April, nilai ekspor non-migas ke sebesar US$ 3,53 miliar, sementara impor US$ 2,94 miliar. Resesi yang dialami Singapura tentunya mengurangi nilai ekspor, begitu juga impor.

Oleh karena itu, perekonomian Indonesia juga diramal akan mengalami kontraksi di kuartal II-2020.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%. Agar terhindar dari resesi, PDB perlu tumbuh positif di kuartal III-2020 nanti.

Tetapi, PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya risiko resesi tetap ada. Rupiah pun tak berdaya.

Sentimen negatif juga datang dari Negeri Paman Sam, dimana Negara Bagian California kembali dikarantina (lockdown) akibat lonjakan kasus Covid-19.

Gubernur California Gavin Newsom memerintahkan seluruh restoran, bar, bioskop, kebun binatang, dan museum ditutup kembali. Bahkan di kota-kota yang berstatus zona merah, pusat kebugaran, gereja, dan salon juga tidak boleh beroperasi selama sebulan ke depan.

"Kita harus menyadari bahwa Covid-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat. Sampai ada vaksin atau terapi yang efektif, kita harus waspada," tegas Newsom, yang berasal dari kubu oposisi Partai Demokrat, seperti dikutip dari Reuters.

Akibat lockdown tersebut sentimen pelaku pasar memburuk, dan dolar AS menjadi favorit investasi. Mata uang utama Asia pun berguguran.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular