Analisis Teknikal

Pola Shooting Star Muncul Lagi, Rupiah Siap Juara Pekan Ini!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 July 2020 19:49
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah memang hanya menguat tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.350/US$ pada perdagangan hari ini, Senin (13/7/2020). Namun, secara teknikal penguatan tipis tersebut menjadi sinyal rupiah berpeluang melesat lagi di pekan ini.

Dilihat pada grafik candle stick harian, badannya (body) kecil di bagian bawah, sementara ekornya (tail) panjang ke atas. Pola tersebut disebut Shooting Star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau USD/IDR akan bergerak turun, dengan kata lain rupiah berpeluang menguat.

Pola yang sama muncul pada Senin pekan lalu, dan rupiah akhirnya membukukan penguatan 0,62% secara mingguan dan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia.

Kembali munculnya pola tersebut membuka peluang berlanjutnya penguatan rupiah di pekan ini. Pada bulan April lalu, pola ini juga muncul berkali-kali, hingga rupiah membukukan penguatan lebih dari 9% sepanjang April.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu indikator stochastic bergerak turun tetapi masih cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold), sehingga ruang penguatan rupiah terbuka cukup lebar.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.

Rupiah masih berada di atas support (tahanan bawah) Rp 14.300/US$. Jika support berhasil ditembus, maka target penguatan rupiah selanjutnya di Rp 14.230/US$. Support selanjutnya jika level tersebut dilewati adalah Rp 14.100/US$

Namun, selama tertahan di atas support, rupiah berisiko melemah menguji resisten Rp 14.415/US$. Tekanan bagi rupiah akan semakin besar jika resisten tersebut di lewati, pelemahan bisa menuju ke Rp 14.510/US$

Resisten kuat berada di Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%), yang bisa menjadi penahan jika rupiah melemah. Untuk jangka lebih panjang, selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang menguat ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100%.

Pada pekan lalu, rupiah mampu menguat 0,62% ke Rp14.360/US$ sekaligus membukukan penguatan mingguan pertama dalam 5 pekan terakhir. Rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ke-dua di Asia pekan lalu, hanya kalah dari yuan China yang menguat nyaris 1%.

Sentimen positif dari dalam negeri datang sejak Senin (6/7/2020) sore. Saat itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengadakan konferensi per bersama. Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan untuk skema public goods yang sebesar Rp 397,6 triliun ini nantinya pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual langsung ke BI melalui skema private placement dengan bunga bunga 0% atau ditanggung 100% oleh BI.

"Beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan private placement, untuk pemerintah 0%, untuk BI sebesar reverse repo ratenya atau ditanggung 100%," kata dia.

Sebelumnya muncul kecemasan kebijakan yang disebut "burden sharing" tersebut akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia, sehingga real return investasi menjadi menurun.

Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.

"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga ke seluruh dunia," katanya.

Tetapi, Gubernur Perry saat itu mengatakan dampak inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut tidak besar. BI pada Kamis (16/7/2020) akan mengumumkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate, yang bisa jadi akan menentukan arah rupiah. Seperti disebutkan sebelumnya, pelaku pasar cemas akan penurunan real return akibat kenaikan inflasi.

Penurunan suku bunga, juga akan menurunkan real return tetapi juga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga harapan akan perekonomian segera bangkit jika suku bunga diturunkan tentunya bisa mendongkrak penguatan rupiah, apalagi yield obligasi Indonesia masih relatif lebih tinggi ketimbang negara lainnya.

Yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun saat ini berada di level 7.089%, jauh lebih tinggi ketimbang Malaysia 2,8% misalnya, atau Thailand 1,21%. Yield obligasi tenor yang sama China dan India berada di level 3,147% dan 5,787%.

Sehari sebelum BI mengumumkan suku bunga, data neraca dagang Indonesia juga bisa membawa rupiah menguat, melihat konsensus di Tradingeconomic yang memprediksi surplus sebesar US$ 1,11 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular