
Pola Shooting Star Muncul Lagi, Rupiah Siap Juara Pekan Ini!

Pada pekan lalu, rupiah mampu menguat 0,62% ke Rp14.360/US$ sekaligus membukukan penguatan mingguan pertama dalam 5 pekan terakhir. Rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ke-dua di Asia pekan lalu, hanya kalah dari yuan China yang menguat nyaris 1%.
Sentimen positif dari dalam negeri datang sejak Senin (6/7/2020) sore. Saat itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengadakan konferensi per bersama. Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan untuk skema public goods yang sebesar Rp 397,6 triliun ini nantinya pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual langsung ke BI melalui skema private placement dengan bunga bunga 0% atau ditanggung 100% oleh BI.
"Beban bunga bagi pemerintah untuk SBN khusus yang diterbitkan dengan private placement, untuk pemerintah 0%, untuk BI sebesar reverse repo ratenya atau ditanggung 100%," kata dia.
Sebelumnya muncul kecemasan kebijakan yang disebut "burden sharing" tersebut akan memicu kenaikan inflasi di Indonesia, sehingga real return investasi menjadi menurun.
Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.
"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga ke seluruh dunia," katanya.
Tetapi, Gubernur Perry saat itu mengatakan dampak inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut tidak besar. BI pada Kamis (16/7/2020) akan mengumumkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate, yang bisa jadi akan menentukan arah rupiah. Seperti disebutkan sebelumnya, pelaku pasar cemas akan penurunan real return akibat kenaikan inflasi.
Penurunan suku bunga, juga akan menurunkan real return tetapi juga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga harapan akan perekonomian segera bangkit jika suku bunga diturunkan tentunya bisa mendongkrak penguatan rupiah, apalagi yield obligasi Indonesia masih relatif lebih tinggi ketimbang negara lainnya.
Yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun saat ini berada di level 7.089%, jauh lebih tinggi ketimbang Malaysia 2,8% misalnya, atau Thailand 1,21%. Yield obligasi tenor yang sama China dan India berada di level 3,147% dan 5,787%.
Sehari sebelum BI mengumumkan suku bunga, data neraca dagang Indonesia juga bisa membawa rupiah menguat, melihat konsensus di Tradingeconomic yang memprediksi surplus sebesar US$ 1,11 miliar
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
