4 Hari Dapet 4 Jempol, Rupiah Bisa Perkasa Lagi Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 July 2020 06:16
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah tengah mendapat sentimen positif. Mata uang Garuda kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin (9/7/2020) melanjutkan kinerja positif sejak awal pekan lalu.

Mood pelaku pasar yang sedang bagus menjadi penopang penguatan rupiah, meski perjalanannya juga tidak mudah.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.350/US$, tidak lama menguat tipis 0,07%, kemudian masuk ke zona merah, melemah 0,21% di Rp 14.380/US$. Hingga tengah hari kemarin, rupiah bolak balik di kisaran area tersebut.

Baru 30 menit sebelum perdagangan ditutup rupiah agak ngebut masuk ke zona hijau, dan berakhir di level Rp 14.325/US$, menguat 0,17% di pasar spot.

Itu artinya, rupiah sukses mencetak quat-trick alias penguatan 4 hari beruntun melawan dolar AS, rupiah pun layak dapat 4 jempol.

Tetapi, dibandingkan mata uang utama Asia, kinerja rupiah masih kalah dengan yuan China menguat 0,24%. Mayoritas mata uang utama Asia memang sedang menguat, hanya rupee India dan dolar Singapura yang berada di zona merah.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:10 WIB, Kamis kemarin.

Meski mood pelaku pasar sedang bagus, tetapi rupiah cukup lama tertahan di zona merah pada awal perdagangan kemarin. Ada satu hal yang membuat rupiah cukup sulit menguat, yakni jumlah kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia yang mencatat rekor penambahan harian.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kemarin melaporkan kasus positif bertambah sebanyak 1.853 orang. Penambahan tersebut menjadi yang terbanyak sejak awal Indonesia terjangkit di bulan Maret.

Jumlah pasien positif Covid-19 kini 68.079 orang, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di ASEAN.

Penguatan rupiah ditopang sentimen dalam negeri sejak Selasa lalu setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada Senin sore meredam ekspektasi kenaikan inflasi akibat rencana pembelian obligasi pemerintah dengan zero coupon dalam skema "burden sharing" guna menanggulangi virus corona dan membangkitkan lagi perekonomian.

Perry saat mengadakan konferensi pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah mengkalkulasi kebijakan tersebut dan hasilnya dampak ke inflasi diperkirakan tidak akan besar.

Inflasi yang tinggi membuat real return investasi di dalam negeri menjadi menurun, sehingga tidak menarik bagi investor asing.

Selain itu BI Selasa pagi melaporkan cadangan devisa di bulan Juni sebesar US$ 131,7 miliar, naik US$ 1.2 miliar pada akhir Mei.

Kenaikan cadangan devisa tersebut tentunya membuat amunisi BI untuk menstabilkan rupiah jika mengalami gejolak menjadi lebih besar. Sehingga investor lebih nyaman mengalirkan modalnya ke dalam negeri.

Kabar baik lainnya datang dari luar negeri, tepatnya China. Kami pagi, pemerintah China melaporkan data inflasi bulan Juni yang tumbuh 2,5% secara tahunan atau year-on-year (YoY), naik dari bulan sebelumnya 2,4% YoY. Ini juga merupakan kenaikan pertama setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya.

Kenaikan inflasi menjadi indikasi roda bisnis kembali berputar, konsumsi mulai meningkat sehingga harga-harga jadi naik. Data tersebut menunjukkan perekonomian China perlahan mulai bangkit setelah terpukul hebat akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-10). Sehingga memunculkan harapan perekonomian global akan segera bangkit atau membentuk kurva V-shape.

Data dari China tersebut sekali lagi membuat mood pelaku pasar membaik, dan rupiah akhirnya mencetak penguatan 4 hari beruntun.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh Dolar AS Lagi Garang, Rupiah pun Ditekuk & Tumbang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular