
Mau Cuan? Ini 6 Hal yang Perlu Diwaspadai Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu berhasil ditutup menguat 69,7 poin atau 1,42% ke 4.973,79 dibandingkan peken sebelumnya. Namun IHSG masih sulit untuk melewati level psikologis 5.000 dan diharapkan bisa terjadi pekan ini.
Namun ada beberapa faktor yang akan menjadi penggerak pasar pada pekan ini.
Berikut ini agenda ekonomi dan rilis data yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, yang berpeluang besar mempengaruhi sentimen investor global maupun domestik dan menggerakkan arah bursa.
Pertama, pandangan pelaku pasar bakal tertuju pada rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia (per Juni) yang bakal diumumkan pada Senin. Tradingeconomics memperkirakan angka indeks tersebut bakal di level 84, atau membaik dari posisi Mei sebesar 77,8.
Jika proyeksi tersebut terkonfirmasi, maka penguatan inflasi pada Juni lalu pun semakin jelas mengirimkan sinyal bahwa selera konsumsi masyarakat kembali meningkat. Inflasi Juni tercatat sebesar 0,18% (secara bulanan) atau jauh di atas konsensus pasar di posisi 0,04%.
Sumber pembentuk inflasi berasal dari kenaikan harga pangan, transportasi, kesehatan dan rekreasi yang mengindikasikan bahwa Pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memang menggairahkan kembali aktivitas konsumsi dan ekonomi.
Dengan geliat konsumsi, maka ada peluang perekonomian kembali terkatrol apalagi di tengah perkembangan temuan vaksin anti-corona (strain terbaru) dari beberapa negara maju. Saham sektor konsumer, perjalanan, dan ritel berpeluang terkena aksi beli setelah sektor tersebut tertekan beberapa bulan terakhir akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun, saham ritel masih harus menanti tren pemulihan yang bakal tercermin dari rilis penjualan ritel Mei. Tradingeconomics memperkirakan angkanya masih -23%, melanjutkan tren koreksi April yang melemah 16,9%.
Kedua, nilai tukar rupiah tampaknya akan menjadi perhatian investor pekan ini setelah pekan lalu mengalami depresiasi dan tercatat mata uang terburuk di Asia melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Pelemahan mata uang Garuda yang sebesar 2,12% menjadikan rupiah dibanderol pada Rp 14.450/US$ di pasar spot pada Jumat (3/7/2020) akhir pekan lau. Rupiah juga melemah selama 7 hari berturut-turut lawan greenback. Sedangkan mata uang yang paling menguat sepekan ini terhadap dolar AS yaitu rupee India yang menguat 1,31%.
Jika rupiah melanjut melemah, ini akan menjadi sentimen negatif dan membuat gerak IHSG sulit untuk bertahan di level 5.000.
Ketiga, yakni rilis cadangan devisa (cadev) per Juni oleh Bank Indonesia (BI), yang kebetulan berbarengan dengan rilis data yang sama di China dan Rusia. Tradingeconomics memperkirakan cadev Indonesia bakal naik ke US$ 131,7 miliar, membaik dari posisi bulan Mei (US$ 130,5 miliar).
Perbaikan posisi cadev setelah keputusan BI memangkas suku bunga acuannya menjadi 4,25% bakal menjadi indikator bahwa tekanan terhadap aset investasi portofolio di Indonesia masih terjaga, meski spread (rentang) imbal hasil aset Indonesia kian menipis jika dibandingkan dengan aset di negara maju, terutama AS.
Pada gilirannya, pelaku pasar dunia pun berpeluang makin optimistis untuk masuk ke pasar modal Indonesia karena yakin bahwa risiko kurs bakal terminimalisir. Pada titik tertentu, jika tak ada sentimen negatif secara fundamental, maka rupiah berpeluang menguat karenanya.
Keempat, wacana reshuffle kabinet kemungkinan akan kembali hangat diperbincangkan pekan ini. Setelah tayangan YouTube Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah saat pembukaan sidang paripurna kabinet (18/6/2020), yang tayang 28 Juni 2020, kemungkinan pergantian menteri semakin kuat akan terjadi.
Perhatian investor mungkin akan tertuju pada pergantian susunan menteri yang akan menangani masalah ekonomi. Spekulasi terkait nama-nama calon menteri akan direspons pasar..
Kelima, sentimen keempat bakal muncul dari AS, di mana Energy Information Adminstration (EIA) akan merilis data stok minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) periode pekan lalu. Stok BBM di AS diprediksi menyusut menjadi 0,6 juta barel, dari posisi sebulan sebelumnya 1,2 juta barel.
Ini menjadi kabar positif bagi emiten minyak dan gas (migas) karena mengindikasikan bahwa permintaan energi utama dunia tersebut berangsur-angsur kian pulih. AS pada Jumat lalu melaporkan penurunan stok minyak sebesar 7,2 juta barel, jauh lebih besar dari konsensus yang memprediksi penurunan 710.000 barel.
Keenam, perkembangan terbaru dari obat untuk penyembuhan orang yang terkena virus corona (Covid-19). Terbaru,Uni Eropa memberikan persetujuan bersyarat untuk penggunaan antivirus remdesivir pada pasien Covid-19 yang parah setelah proses peninjauan dipercepat.
Persetujuan pada Jumat kemarin (3/7/2020) menjadikannya yang pertama di kawasan itu sebagai terapi resmi untuk mengobati virus.
Langkah ini dilakukan hanya seminggu setelah Badan Obat Eropa (European Medicines Agency/EMA) memberikan lampu hijau untuk obat tersebut, yang diproduksi oleh Gilead Sciences (kode saham GILD di Nasdaq).
Obat ini bisa digunakan pada orang dewasa dan remaja dari usia 12 tahun yang juga menderita pneumonia dan membutuhkan dukungan oksigen.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000