Harga Emas Bakal Melejit, Siap-siap Tembus US$ 1.900

tahir saleh, CNBC Indonesia
03 July 2020 06:45
Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jarang-jarang aset lindung nilai (safe haven) dan aset berisiko tinggi sama-sama mencetak reli. Tapi itu yang terjadi dengan harga emas dunia dan pergerakan pasar saham global, khususnya Amerika Serikat, yang menjadi acuan pasar saham dunia.

Harga emas mencapai level tertinggi hampir 9 tahun terakhir pada awal pekan ini, naik di atas level US$ 1.800 per troy ons, meski pada awal Juli ini mulai melandai.

Harga logam mulia ini melonjak 13% di kuartal kedua-2020 dan mencatatkan reli bersama-saham dengan pergerakan pasar saham AS, padahal biasanya sentimen push and pull terjadi antara emas dan saham. Maksudnya, ketika risk appetite investor lagi tinggi, saham-saham diburu sehingga harga pun mulai terkerek, lalu imbasnya harga emas pun jatuh. Begitu pun sebaliknya.

"Emas dan saham tidak lagi memberikan sentimen bagi satu sama lain [terhadap pergerakan harga keduanya]," kata JC O'Hara, Kepala Teknisi Pasar di MKM Partners, dalam program "Trading Nation" di CNBC International, Rabu (1/7/2020).

Sebaliknya, harga emas kini mendapat sentimen lain dari pasar yang berbeda. Bukan lagi melihat pergerakan pasar saham, tapi imbal hasil riil (real yield) dari pasar obligasi, khususnya obligasi AS alias US Treasury tenor 10 tahun.

Singkatnya, real yield adalah imbal hasil dari obligasi setelah dikurangi inflasi. Biasanya real yield digunakan untuk mengetahui berapa pertumbuhan nilai aset investor setelah dikurangi inflasi.

Real yield juga bisa digunakan membandingkan dengan negara lain. Lazimnya dengan status layak investasi atau investment grade, real yield berkisar 1,5%-3%. Semakin baik rating, tentu yield yang diberikan semakin rendah.

"Ketika real yield obligasi terus bergerak lebih rendah, itu membuat emas lebih menarik," kata O'Hara.

Emas vs real yield obligasi/CNBCFoto: Emas vs real yield obligasi/CNBC
Emas vs real yield obligasi/CNBC

"Kami melihat harga emas akan bergerak bersama dengan real yield obligasi dan itulah selisih antara imbal hasil US Treasury tenor 10-tahun. Yield negatif, [cenderung] turun sebagian besar tahun ini, dan kami tidak melihat tren penurunan yield ini berakhir di masa mendatang," tegasnya.

Sentimen itu, katanya, bisa mengangkat harga emas menembus US$ 1.900/troy ons, menyiratkan kenaikan hampir 7%. Yield obligasi yang lebih rendah dan harga obligasi yang lebih tinggi membuat emas lebih menarik sebagai aset safe-haven. Yield dan harga obligasi bergerak berlawanan.

Pada perdagangan berjangka, 30 Juni, CNBC mencatat harga emas di COMEX naik menjadi US$ 1.800/troy ons. Sementara itu, pada Kamis (2/7/2020) harga logam mulia di pasar spot kembali melemah meski sangat tipis. Pada 09.15 WIB, Kamis kemarin, harga emas dunia terkoreksi 0,04% ke US$ 1.769,36/troy ons.

Rilis data ekonomi terbaru AS yang baik didukung dengan kabar positif terkait perkembangan vaksin untuk Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) membuat harga emas yang sudah tergolong tinggi terpeleset.


(tas/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mantap! Harga Emas Capai Rp 919.000 Gram

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular