6 Hari Melamah, Bagaimana Nasib Rupiah di Semester II?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 July 2020 17:15
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Pandemi Covid-19 masih belum diketahui kapan akan berakhir. Saat negara-negara mulai melonggarkan kebijakan karantina (lockdown) wilayah guna memutar kembali roda bisnis, muncul risiko serangan virus corona gelombang kedua.

Beberapa negara, di Asia, Eropa hingga Amerika Serikat sudah mengalami hal tersebut. Tetapi kebijakan lockdown secara luas tidak lagi diterapkan, melainkan lockdown parsial, atau di wilayah-wilayah tertentu yang menjadi hotspot penyebaran Covid-19.

Maklum saja, jika suatu negara kembali menerapkan lockdown, maka roda perekonomian kembali terhenti dan perekonomian global berisiko mengalami resesi yang panjang.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) di bulan ini kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

Dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery, IMF memprediksi perekonomian global di tahun ini akan berkontraksi atau minus 4,9% lebih dalam ketimbang proyeksi yang diberikan pada bulan April lalu minus 3%.

Proyeksi dari IMF tersebut masih lebih baik dari Bank Dunia (World Bank). Dalam rilis Global Economic Prospects. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini -5,2%, yang akan menjadi resesi tercuram dalam delapan dekade terakhir.

Tidak sampai disana, Bank Dunia memprediksi kontraksi ekonomi bisa lebih buruk lagi, mengingat tingginya ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 dapat dihentikan.

Semakin lama virus corona "menyerang" maka membutuhkan waktu lama untuk memutar kembali roda perekonomian. Dengan kondisi seperti itu, Bank Dunia memprediksi perekonomian global akan -8% di 2020.

Kabar baiknya, di tahun depan perekonomian diprediksi akan tumbuh 4,2%, cukup tinggi karena low base effect di tahun ini. Bank Dunia juga memlihat perekonomian global tidak akan mencapai tingkat pertumbuhan seperti sebelum pandemi Covid-19 dalam waktu dekat.

Bagaimana perkembangan pandemi Covid-19 di sisa tahun ini, serta respon perekonomian global akan menjadi kunci kemana arah rupiah.

Dengan prediksi resesi yang "seram" itu, rupiah bisa dikatakan masih cukup stabil. Semenjak mencapai level terkuat 3 bulan pada 8 Juni lalu, rupiah "hanya" melemah 3,58%, tidak seperti bulan Maret lalu yang mencapai 13,67%.

Artinya, pelaku pasar kini sudah lebih tenang menyikapi pandemi Covid-19, tidak lagi terjadi kepanikan yang memicu aksi jual di segala instrument finansial.

Selama negara-negara tidak lagi menerapkan kebijakan lockdown secara luas, rupiah kemungkinan akan berada dalam fase konsolidasi, artinya bergerak naik turun dalam rentang tertentu. Tidak lagi mengalami gejolak seperti di bulan Maret hingga menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998, ataupun mengalami penguatan tajam lebih dari 15% seperti periode April hingga awal Juni.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular