
Semalam Menguat 2% tapi Pagi Ini Harga Minyak Flat, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperjualbelikan cenderung flat pada pagi hari ini Kamis (2/7/2020) usai menguat semalam. Meski ditopang sentimen positif, pasar masih diliputi risiko ketidakpastian seputar perkembangan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Pada 09.40 WIB, data Refinitiv menunjukkan harga minyak acuan global Brent menguat tipis 0.02% ke US$ 42,04/barel. Pada saat yang sama harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) justru terkoreksi tipis 0,03% ke US$ 39,81/barel.
Semalam pemerintah Negeri Paman Sam resmi merilis data stok minyak mentahnya untuk periode mingguan. EIA mencatat stok minyak AS anjlok 7,2 juta barel pekan lalu.
Volume ini lebih rendah dibanding data API yang dirilis kemarin yang menunjukkan penurunan sebesar 8,2 juta barel. Namun penurunan tersebut jauh lebih besar dari yang konsensus perkirakan. Estimasi analis memprediksi stok minyak mentah AS pekan lalu turun 710 ribu barel saja.
Mulai dipacunya kembali aktivitas perekonomian membuat permintaan terhadap bahan bakar membaik. Sektor manufaktur AS mencatatkan ekspansi di bulan Juni. Hal ini tercermin dari angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur AS versi ISM yang berada di angka 52,6.
Reuters melaporkan, tanda membaiknya permintaan minyak lainnya adalah terjualnya puluhan juta barel minyak dan produknya yang disimpan di kapal tanker di laut lepas.
"Volume minyak yang tersimpan di fasilitas penyimpanan terapung berpotensi mengalami penurunan yang agak cepat pada Juli" kata Fotios Katsoulas dari IHS Markit, mengutip Reuters.
Faktor lain yang juga mendongkrak harga di pasar adalah upaya pemangkasan output minyak oleh Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC). Pada bulan Juni lalu, OPEC memasok 22,62 juta barel per hari (bpd) minyak ke pasar.
Volume tersebut turun 1,92 juta bpd dari bulan Mei. Penurunan pasokan minyak OPEC yang tajam diakibatkan oleh anjloknya suplai minyak Arab Saudi. Bulan lalu suplai minyak Arab hanya mencapai 7,55 juta bpd, lebih rendah 1 juta bpd dari kuota yang ditetapkan oleh OPEC+.
Kuwait dan Uni Emirat Arab juga dilaporkan telah menambah pemangkasan output minyaknya secara sukarela Juni lalu. Nigeria dan Iraq yang memiliki komitmen rendah di bulan Mei kini menunjukkan kenaikan komitmennya dengan tingkat kepatuhannya naik masing-masing menjadi 72% dan 62%.
Menambah sentimen positif bagi pasar adalah perkembangan vaksin Covid-19 yang positif. Pfizer dan Moderna melaporkan bahwa kandidat vaksin yang mereka kembangkan menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Kandidat vaksin tersebut dilaporkan mampu menghasilkan antibodi pada pasien yang terlibat dalam uji klinis 1,8 - 2,8 kali lebih tinggi dari pasien yang sembuh dengan sendirinya. Antibodi tersebut juga dikabarkan mampu menetralkan virus corona.
Namun di sisi lain pasar juga tengah diliputi kekhawatiran akan lonjakan kasus baru yang terjadi beberapa hari terakhir. Jumlah penderita Covid-19 di seluruh dunia pekan ini telah tembus lebih dari 10 juta orang. Lebih dari 500 ribu nyawa manusia terenggut akibat infeksi virus ganas yang awalnya merebak di Wuhan.
AS yang menyandang predikat sebagai negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia kembali mencatatkan rekor tambahan kasus baru. Pada 1 Juli waktu setempat, AS melaporkan lebih dari 47 ribu kasus baru dan menjadi rekor tertinggi yang pernah tercatat sejak awal terjangkit wabah.
Penasihat Kesehatan Gedung Putih Dr. Anthony Fauci mengatakan bahwa kasus di AS kini sudah tidak terkontrol lagi. Lebih lanjut Fauci mengatakan bahwa pertambahan jumlah kasus lebih dari 100 ribu per hari di AS sangat mungkin terjadi.
Reuters melaporkan Texas, Arizona dan California menjadi episentrum baru penyebaran wabah. Peningkatan kasus yang signifikan ini membuat WHO menyarankan untuk menerapkan lockdown kembali bagi negara-negara dengan jumlah pertambahan kasus yang signifikan.
"Beberapa negara yang telah berhasil menekan transmisi yang sedang membuka kembali perekonomiannya, sekarang mungkin mengalami kemunduran dan mungkin harus menerapkan intervensi lagi, mungkin harus menerapkan apa yang disebut lockdown lagi," kata Dr. Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit baru dan zoonosi WHO, melansir CNBC International.
Lockdown sudah mulai dilakukan di Beijing dan Leicester. Jika lockdown yang masif kembali diterapkan, maka prospek ekonomi global akan semakin suram. Permintaan terhadap bahan bakar bisa semakin anjlok dan akan mengerek turun harga emas hitam. Faktor ini lah yang membuat harga minyak mentah tak bisa menguat pagi ini meski ada kabar baik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi ke US$ 90, Ini Pemicunya