Baru Saja Untung, Garuda Merugi Lagi di Q1-2020 karena Covid

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sepanjang kuartal I-2020 lalu terpaksa membukukan kerugian bersih senilai US$ 120,1 juta (Rp 1,69 triliun, asumsi kurs Rp 14.100/US$). Kerugian ini berbanding terbalik dengan kinerja perusahaan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat laba sebesar US$ 20,48 juta.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), laba per saham juga terpaksa bernilai minus US$ 0,00464 dari sebelumnya untung US$ 0,00079.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, perusahaan mengalami penurunan sebesar 30,14% secara year on year (YoY). Pendapatan turun menjadi US$ 768,12 juta (Rp 10,83 triliun) dari sebelumnya senilai US$ 1,09 miliar di akhir Maret 2019.
Pendapatan dari penerbangan berjadwal turun menjadi US$ 654,52 juta dari periode sebelumnya US$ 924,93 juta. Sedangkan pendapatan tidak berjadwal justru mengalami peningkatan menjadi US$ 5,31 juta dari sebelumnya US$ 2,86 juta.
Pendapatan lain-lain juga ikut turun menjadi US$ 108,27 juta menjadi senilai US$ 171,75 juta.
Sementara itu di pos beban usaha, secara total turun menjadi US$ 945,70 di akhir Maret 2020 dari akhir Maret tahun lalu yang senilai US$ 1,04 miliar.
Kemudian, perusahaan juga mengalami kerugian atas hasil bersih entitas asosiasi senilai US$ 567.257 dari sebelumnya untung US$ 14.010.
Beban keuangan juga melonjak menjadi US$ 150,65 juta di akhir Maret lalu dari sebelumnya sebesar US$ 20,69 juta di periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun demikian, perusahaan membukukan keuntungan kurs sebesar US$ 177,04 juta dari sebelumnya rugi US$ 7,39 juta. Sedangkan pendapatan lain-lain turun menjadi US$ 1,15 juta dari sebelumnya US$ 7,13 juta.
Dari sisi aset, terjadi peningkatan nilai aset total yang signifikan menjadi US$ 9,14 miliar dari US$ 4,45 miliar. Nilai aset lancar mencapai US$ 772,78 miliar dan aset tak lancar US$ 8,37 miliar.
Dalam keterangannya, perusahaan menyebutkan bahwa peningkatan aset ini karena adanya penyesuaian PSAK 71, 72 dan 73 sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2020.
"Grup mempunyai dampak signifikan sehubungan dengan implementasi PSAK 73 yaitu penambahan Aset Hak Guna Usaha Pesawat, Perlengkapan dan Peralatan, Perangkat Keras, Kendaraan, Tanah dan Bangunan dan Prasarana sebesar USD 5,3 Miliar atau kenaikan sebesar 118,51% dari Total Aset tahun 2019, kenaikan ini sejalan dengan kenaikan liabilitas sewa pembiayaan," tulis keterangan tersebut, dikutip Rabu (1/7/2020).
"Grup sebagai penyewa mengakui aset hak guna dan liabilitas sewa sehubungan dengan sewa yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai sewa operasi berdasarkan PSAK 30: Sewa, kecuali atas sewa jangka pendek atau sewa dengan aset bernilai-rendah," lanjut keterangan tersebut.
Sayangnya, nilai kas dan setara kas turun drastis menjadi US$ 163,32 juta dari akhir 2019 yang sebesar US$ 299,34 juta. Hal ini menyebabkan total aset lancar tergerus menjadi US$ 772,78 juta dari US$ 1,13 miliar.
Di pos liabilitas terjadi pembengkakan menjadi US$ 8,64 miliar dari sebelumnya di akhir Desember lalu sebesar US$ 3,73 miliar. Mayoritas disumbang dari pendapatan jangka panjang yang naik menjadi US$ 4,96 miliar dari sebelumnya hanya senilai US$ 477,21 juta, sedangkan liabilitas jangka pendek menjadi senilai US$ 3,67 miliar dari US$ 3,25 miliar.
Dari sisi ekuitas, terjadi penurunan menjadi US$ 500,80 juta dari posisi akhir 2019 yang senilai US$ 720,62 juta.
[Gambas:Video CNBC]
Perluas Bisnis Cargo, Garuda Tambah Jalur Ekspor Baru
(dob/dob)