
Lagi, Lagi, dan Lagi! Rupiah Terlemah di Asia...

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah yang dibuka menguat kini juga lesu di perdagangan pasar spot.
Pada Rabu (1/7/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.341. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah semakin terbenam di zona merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.240 di mana rupiah melemah 0,42%.
Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa menguat tipis 0,07%. Namun itu tidak lama, karena mata uang Tanah Air langsung melemah, bahkan depresiasinya kian parah.
Mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS. Akan tetapi, depresiasi 0,35% sudah cukup untuk membawa rupiah menjadi yang terlemah di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:02 WIB:
Sepertinya investor belum bosan mencari keuntungan dari rupiah. Maklum, sepanjang kuartal II-2020 rupiah menguat gila-gilaan, mencapai 13,01%. Tidak ada mata uang Asia lainnya yang mampu menyamai, mendekati pun tidak.
Dengan penguatan yang begitu tajam, ajar rupiah rentan terserang koreksi teknikal. Investor yang merasa sudah mendapat keuntungan besar tentu akan tergoda melepas rupiah. Tekanan jual membuat mata uang Ibu Pertiwi melemah.
Rilis data terbaru juga tidak membantu rupiah. Pagi ini, IHS Markit mengumumkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Pada Juni, PMI manufaktur Indonesia periode Juni 2020 berada di 39,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 28,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, artinya dunia usaha belum melakukan ekspansi. Masih kontraksi.
Kemudian di Jepang dan China, PMI manufaktur masing-masing tercatat 40,1 dan 43,4. Meningkat dibandingkan bulan sebelumnya tetapi belum ekspansif.
Oleh karena itu, sepertinya jalan menuju pemulihan ekonomi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Diseae-2019/Covid-19) bakal memakan waktu lama. Pola pemulihan yang membentuk huruf V (V-Shaped Recovery) menjadi penuh tanda tanya.
"Peluang menuju V-Shaped Recovery agak tipis kalau melihat data manufaktur yang seperti ini. Kita rasanya masih harus menunggu lebih lama untuk menyaksikan peningkatan signifikan," kata Joe Hayes, Ekonom IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
